Lebih dari 1 miliar penduduk di dunia mengalami obesitas. Masalah kesehatan ini membutuhkan intervensi komprehensif.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Masalah obesitas di sejumlah negara makin mengkhawatirkan. Kini satu dari delapan orang di dunia mengalami kegemukan. Tanpa upaya pencegahan dan intervensi yang komprehensif untuk menangani hal itu, penderita berisiko mengalami komplikasi berbagai penyakit.
Tren obesitas ini dimuat di jurnal The Lancet pada Kamis (29/2/2024). Studi NCD Risk Factor Collaboration (NDC-RisC) didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini menganalisis pengukuran berat dan tinggi badan lebih dari 220 juta orang berusia lima tahun atau lebih (Kompas, 2/3/2024).
Studi baru ini menunjukkan pada 2022 lebih dari 1 miliar orang di dunia mengalami obesitas. Angka obesitas di kalangan orang dewasa meningkat dua kali lipat sejak 1990 dan naik empat kali pada anak-anak dan remaja (usia 5-19 tahun). Sekitar 43 persen orang dewasa kelebihan berat badan pada 2022.
Menurut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam keterangan tertulis di laman resmi WHO, studi baru tersebut menyoroti pentingnya mencegah dan mengelola obesitas sejak awal hingga dewasa melalui pola makan, aktivitas fisik, dan perawatan yang memadai sesuai kebutuhan.
Banyak negara kini menghadapi beban ganda malanutrisi, termasuk Indonesia. Negara-negara tersebut menghadapi masalah penyakit menular dan kurang gizi dan di sisi lain juga mengalami peningkatan pesat faktor risiko penyakit tidak menular, seperti obesitas dan penyakit kardiovaskular.
Studi baru tersebut menyoroti pentingnya mencegah dan mengelola obesitas sejak awal hingga dewasa melalui pola makan, aktivitas fisik, dan perawatan yang memadai sesuai kebutuhan.
Diagnosis obesitas ditegakkan dengan mengukur berat dan tinggi badan serta menghitung indeks massa tubuh (IMT). Bagi orang dewasa, WHO mendefinisikan kelebihan berat badan adalah IMT lebih besar atau sama dengan 25 dan obesitas adalah IMT lebih besar atau sama dengan 30.
Penyakit kronis
Obesitas merupakan penyakit kronis yang kompleks, ditandai timbunan lemak berlebihan yang mengganggu kesehatan. Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes tipe dua, penyakit kardiovaskular, kanker, gangguan kesehatan tulang, reproduksi, dan menurunkan mutu hidup.
Kelebihan berat badan pada masa kanak-kanak dan remaja berdampak langsung pada kesehatan mereka. Hal ini memiliki konsekuensi negatif psikososial, menurunkan kinerja sekolah dan mutu hidup, ditambah stigma dan diskriminasi, serta berisiko tinggi obesitas dan penyakit tak menular saat berusia dewasa.
Dari sisi ekonomi, epidemi obesitas dan kelebihan berat badan diperkirakan menimbulkan kerugian global 3 triliun dollar AS per tahun pada 2030 dan lebih dari 18 triliun dollar AS pada 2060. Apalagi, peningkatan angka obesitas juga terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan asupan energi dan pengeluaran energi atau aktivitas fisik. Penyebabnya multifaktor, yakni lingkungan, faktor psikososial, varian genetik, terbatasnya pangan sehat dengan harga terjangkau, mobilitas fisik kurang aman, dan belum adanya aturan yang memadai.
Sebenarnya mayoritas kasus kelebihan berat badan dan obesitas bisa dicegah dan ditangani. Warga bisa menekan risikonya dengan intervensi pencegahan pada tiap tahap siklus hidup, dari prakonsepsi sampai tahun awal; membatasi asupan tinggi gula, lemak, dan kalori; serta beraktivitas fisik secara teratur.
Untuk mencapai target global mengendalikan obesitas, perlu kerja keras pemerintah dan masyarakat dengan didukung kebijakan berbasis bukti serta kemitraan dengan swasta yang bertanggung jawab atas dampak kesehatan produk mereka. Hari Obesitas Sedunia yang diperingati setiap 4 Maret menjadi momentum untuk memperkuat komitmen tersebut.