Penculikan di Nigeria Bukti Anak-anak Selalu Menjadi Korban
Anak-anak merupakan kelompok paling lemah. Mereka selalu menjadi korban paling menderita dalam konflik di mana pun.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kabar mengejutkan dan menyayat hati muncul dari Nigeria, negara dengan jumlah penduduk terbesar di Afrika. Sebanyak 287 murid sekolah dasar dan menengah berusia 7-18 tahun di Desa Kuriga, Negara Bagian Kaduna, diculik kelompok bersenjata. Peristiwa menyedihkan ini terjadi pada Kamis pekan lalu.
Penculikan terjadi ketika sekitar seribu anak hendak masuk ruang kelas pukul 08.00. Sekonyong-konyong, orang-orang bersenjata datang dan menembaki mereka. Anak-anak dan guru berhamburan melarikan diri. Para pelajar diculik dalam waktu hanya sekitar lima menit. Belum jelas kelompok mana yang melakukan aksi ini.
Otoritas militer Negara Bagian Kaduna mengumumkan bahwa tentara yang dibantu polisi tengah mencari dan memburu kelompok bersenjata pelaku penculikan.
Penculikan pelajar dalam jumlah besar juga terjadi pada 10 tahun lalu. Ketika itu, 276 perempuan pelajar diculik dari asrama mereka di Chibok. Pelaku penculikan ialah kelompok ekstrem Boko Haram. Nasib 90-an siswi korban penculikan itu masih belum diketahui sampai sekarang.
Penculikan yang diikuti permintaan tebusan kini sering terjadi dan sudah menjadi momok di Nigeria, meski jumlahnya tidak sebanyak insiden di Chibok dan Kuriga. Hampir setiap hari berita tersebut muncul. Keluarga-keluarga korban pun harus mengalami kesedihan dan mencari tambahan penghasilan guna membayar tebusan.
Apa yang terjadi di Nigeria kembali menunjukkan bahwa anak-anak paling rentan sebagai korban di tengah situasi konflik. Mereka tidak berdaya menghadapi konflik orang-orang dewasa. Pertarungan berlatar belakang politik, ideologi, sosial, dan ekonomi akan menempatkan anak pada posisi yang paling dirugikan.
Para korban yang masih di bawah umur itu harus mengalami kekerasan fisik dan mental yang belum dapat dipahami mengingat jiwa mereka yang masih anak-anak. Kerugian paling besar tentu saja masa depan. Anak-anak yang diculik, mengalami kekerasan, dan menderita akibat trauma yang ditimbulkannya serta memiliki masa depan suram. Trauma dan beban mental, atau luka fisik yang parah, membuat anak-anak harus mengubur dalam-dalam impian masa depan yang gemilang.
Kita mengecam keras siapa pun yang menjadikan anak-anak sebagai korban. Hal yang penting pula, negara harus menunjukkan perannya untuk melindungi warganya, terutama yang paling lemah, dalam hal ini anak-anak. Para politisi yang mengelola negara bertanggung jawab atas isak tangis keluarga dan anak-anak yang menjadi korban penculikan. Negara yang kuat sekaligus demokratis dan bebas korupsi merupakan prasyarat untuk mewujudkan negeri yang sungguh-sungguh melindungi anak.