Terpuruknya Ekonomi Jerusalem Timur akibat Perang Gaza
Perekonomian Jerusalem Timur amat bergantung pada sektor pariwisata. Sektor itu kini terpukul berat oleh perang Gaza.
Kota Jerusalem Timur turut merana akibat perang Gaza yang sudah memasuki bulan keenam dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Seperti diketahui, kota Jerusalem Timur diduduki Israel sejak perang Arab-Israel tahun 1967. Kota itu kini berpenduduk sekitar 580.000 jiwa yang terdiri dari 61 persen warga Arab Palestina dan 39 persen warga Yahudi.
Kota Jerusalem Timur menjadi simbol pertarungan besar antara Palestina dan Israel. Palestina terus berjuang mendirikan negara merdeka dengan ibu kota Jerusalem Timur. Sementara Israel mengklaim, kota Jerusalem yang bersatu, baik Jerusalem Barat maupun Timur, adalah ibu kota Israel.
Baca juga: Jerusalem, Kota Suci Mikrokosmos Konflik Palestina-Israel
Pada bulan Ramadhan ini perekonomian kota Jerusalem Timur sangat lesu. Hal ini sangat kontras dengan suasana Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya.
Pasar lama di Kota Tua di Jerusalem Timur biasanya selalu ramai setiap bulan Ramadhan. Omzet penjualan di pasar lama di kota Jerusalem Timur selalu naik signifikan setiap datang bulan Ramadhan. Hal ini disebabkan setiap bulan Ramadhan warga Palestina dari Tepi Barat dan wilayah Israel datang berduyun-duyun untuk melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Tarawih di Masjid Al-Aqsa.
Seusai menjalankan shalat lima waktu atau shalat Tarawih, mereka punya kebiasaan belanja di pasar lama atau nongkrong di kafe atau restoran yang tersebar di pasar lama sambil menunggu waktu sahur.
Namun, akibat Israel memperketat masuknya warga Palestina dari Tepi Barat dan wilayah Israel menuju Jerusalem Timur setelah meletusnya perang Gaza sejak 7 Oktober 2023, perekonomian di Jerusalem Timur terpukul. Pasar lama yang menjadi tulang punggung perekonomian Jerusalem Timur menjadi sepi. Tidak sedikit para pemilik toko dan restoran di pasar lama menutup toko dan restoran karena sepi pengunjung.
Israel membatasi sedemikian rupa masuknya warga Palestina dari Tepi Barat menuju Jerusalem Timur pada bulan Ramadhan ini. Meski dibatasi sedemikian rupa oleh Israel, sebagian warga Arab Palestina berhasil masuk kota Jerusalem Timur untuk menjalankan shalat Jumat pertama pada bulan Ramadhan. Jumlah mereka sekitar 80.000 orang.
Warga Arab Palestina punya tradisi berbondong-bondong menjalankan shalat Jumat pertama pada bulan Ramadhan di Masjid Al-Aqsa. Jumlahnya bisa mencapai 100.000 orang.
Namun, menurut informasi versi Israel, warga Arab Palestina yang berhasil masuk kota Jerusalem Timur pada shalat Jumat pertama bulan Ramadhan hanya sekitar 40.000 orang, sebanyak 10.000 orang di antaranya berasal dari Tepi Barat. Sisanya dari Jerusalem Timur dan wilayah Israel.
Warga Arab Palestina punya tradisi berbondong-bondong menjalankan shalat Jumat pertama pada bulan Ramadhan di Masjid Al-Aqsa. Biasanya jumlah warga Palestina yang menjalankan shalat Jumat pertama pada bulan Ramadhan di Masjid Al-Aqsa mencapai lebih dari 100.000 orang.
Baca juga: Israel Batasi Ibadah Ramadhan di Al-Aqsa
Sektor pariwisata di kota Jerusalem Timur juga ikut terpuruk akibat perang Gaza. Jumlah wisatawan dari mancanegara yang datang ke Jerusalem Timur jauh menurun setelah meletusnya perang Gaza. Padahal, perekonomian kota Jerusalem Timur sangat bergantung pada sektor pariwisata.
Seperti diketahui, di kota Jerusalem Timur terdapat tempat suci tiga agama, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Ada Masjid Al-Aqsa, tempat suci ketiga bagi umat Islam setelah Mekkah dan Madinah di Arab Saudi. Di sisi barat kompleks Masjid Al-Aqsa, ada Tembok Ratapan yang menjadi destinasi suci bagi umat Yahudi. Di kota itu juga ada gereja Makam Suci, salah satu gereja sangat penting bagi umat Kristen.
Umat Islam, Kristen, dan Yahudi dari mancanegara biasanya datang berduyun-duyun ke Jerusalem Timur untuk berziarah ke tempat suci mereka sepanjang tahun. Diperkirakan ada sekitar 3 juta umat Islam, Kristen, dan Yahudi dari mancanegara yang mengunjungi kota Jerusalem Timur setiap tahun.
Puncak kejayaan pariwisata kota Jerusalem Timur terjadi pada tahun 2018. Kala itu wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kota tersebut mencapai 4,8 juta wisatawan.
Sejak tahun 2019 seiring dengan merebaknya wabah Covid-19, industri pariwisata di kota Jerusalem Timur terus terpuruk. Pasca-Covid-19, industri pariwisata di Jerusalem Timur mencoba bangkit, tetapi tertekan oleh meletusnya perang Ukraina-Rusia pada Februari 2022 dan puncak terpuruknya terjadi setelah meletus perang Gaza mulai 7 Oktober 2023.
Baca juga: Covid-19 dan Kisah Pilu Wisata Religi dari Jerusalem
Menurut data dinas pariwisata kota Jerusalem Timur, ada 24 hotel yang mempunyai 1.200 kamar milik warga Palestina kosong tidak ada pengunjung akibat perang Gaza. Hotel-hotel tersebut terus dipertahankan beroperasi dengan hanya menerima tamu dalam jumlah sangat minim.
Biasanya para tamu yang datang ke hotel-hotel tersebut adalah para wartawan dari mancanegara dan pegawai lembaga-lembaga kemanusiaan internasional. Para wartawan datang untuk meliput perang Gaza, sedangkan pegawai kemanusiaan datang untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi para korban perang Gaza ataupun korban kekerasan di Tepi Barat.
Jaringan hotel di Jerusalem Timur memutuskan tetap beroperasi setelah meletusnya perang Gaza karena belajar dari pengalaman masa Covid-19. Pada masa pandemi Covid-19, banyak hotel memutuskan berhenti beroperasi. Tetapi, setelah pandemi Covid-19 berakhir, mereka kesulitan memulai operasi hotel lagi lantaran biaya perbaikan dan renovasi mahal akibat kosong lama.
Menurut keterangan dinas pariwisata kota Jerusalem Timur, musim pariwisata di Jerusalem Timur terjadi pada musim semi, yakni bulan Oktober dan November. Perang Gaza meletus pada musim semi tersebut sehingga kota Jerusalem Timur kehilangan momentum musim pariwisata tahun 2023.
Sepinya wisatawan yang datang ke Jerusalem Timur itu juga berbarengan dengan banyaknya maskapai penerbangan internasional yang menghentikan penerbangan ke Israel akibat perang Gaza. Banyak pula negara yang mengeluarkan peringatan agar warganya tidak bepergian ke Israel dan Palestina akibat perang Gaza.
Peringatan tersebut berdampak besar atas merosotnya jumlah warga asing yang bepergian ke Israel dan wilayah Palestina, baik untuk tujuan wisata, bisnis, maupun urusan lainnya saat ini. Ini tentu juga berdampak buruk terhadap kantor-kantor pariwisata dan toko-toko suvenir serta restoran dan mobil sewaan.
Sekitar 85 persen perekonomian kota Jerusalem Timur sangat tergantung pada pariwisata.
Dinas pariwisata kota Jerusalem Timur menyebutkan, ada 45 kantor travel serta 462 toko suvenir dan restoran di Jerusalem Timur. Ada pula jasa yang berhubungan dengan perhotelan, seperti jasa laundry, kebersihan, serta pemasok buah-buahan dan sayur-sayuran.
Toko suvenir di pasar lama kota Jerusalem Timur merupakan 34 persen dari keseluruhan toko yang ada di pasar lama tersebut. Artinya, betapa sektor pariwisata merupakan tulang punggung perekonomian kota Jerusalem Timur.
Sekitar 85 persen perekonomian kota Jerusalem Timur sangat tergantung pada pariwisata. Ironinya, sangat minim wisatawan yang datang ke Jerusalem Timur sejak meletus perang Gaza sehingga banyak toko suvenir yang mengalami penurunan omzet secara signifikan.
Adapun laporan Pusat Statistik Palestina mengungkapkan, kerugian ekonomi Palestina dalam empat bulan pertama perang Gaza mencapai 2,3 miliar dollar AS. Ini tentu menjadi beban berat Perdana Menteri (PM) baru Palestina Mohammad Mustafa yang ditunjuk oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebagai PM baru Palestina pada pertengahan Maret lalu.
Mustafa harus bekerja keras memulihkan perekonomian Palestina, termasuk perekonomian kota Jerusalem Timur, tentu setelah kelak perang Gaza berakhir. Tugas masyarakat internasional, khususnya AS, membantu menghentikan perang Gaza sesegera mungkin sehingga Palestina bisa memulihkan perekonomian, baik di Tepi Barat, Jalur Gaza, maupun Jerusalem Timur.
Musthafa Abd Rahman, wartawan Kompas 1991-2022