Para hakim MK adalah sosok-sosok hakim yang tak hanya kompeten dan independen, tetapi juga memiliki kredibilitas moral.
Oleh
BUDI SARTONO SOETIARDJO
·3 menit baca
Terhitung mulai 27 Maret 2024, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang sengketa atau perselisihan hasil Pemilu 2024.
Pada hakikatnya, kontestasi antarpasangan calon belum selesai kendati hasil akhir pemungutan suara telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum pada 20 Maret 2024.
Ada tiga pihak yang berkepentingan terhadap hasil Pemilu 2024, yakni pemohon, termohon, dan pihak terkait, yang bakal beradu argumentasi di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) guna menguji hasil pemilu, juga proses pemilu, yang diduga kuat banyak diwarnai kecurangan, ketidakjujuran, dan ketidakadilan.
Di panggung MK, prinsip pemilu yang luber-jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) diuji melalui berbagai pembuktian akuntabel sesuai dengan ketentuan dan kaidah hukum yang berlaku.
Panel majelis hakim MK yang menangani sengketa atau perselisihan hasil pemilu Pilpres 2024 terdiri atas delapan hakim konstitusi yang secara teoretis merupakan sosok-sosok negarawan yang integritas dan kapabilitasnya tak perlu diragukan lagi. Mereka adalah sosok-sosok hakim yang tak hanya kompeten dan independen, tetapi juga memiliki kredibilitas moral.
Sengketa Pilpres 2024 memang tidak mudah, dalam arti kompleksitas masalahnya jauh lebih luas dan lebih berat dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Petitum atau tuntutan pihak pemohon kali ini lebih berat, tak sekadar tuntutan normatif soal kalah-menang, tetapi sudah pada tataran tuntutan diskualifikasi terhadap salah satu pasangan calon peserta pilpres hingga petitum pemilu ulang.
Bobot perselisihan yang tidak main-main, menuntut keberanian majelis hakim untuk memutus perkara secara jujur, adil, independen, tanpa pretensi, yang tidak hanya mengandalkan pada kepiawaian, kompetensi, dan pengalaman, tetapi juga hati nurani.
Pilpres 2024 yang diikuti oleh tiga pasangan calon merupakan pesta demokrasi yang sarat dengan pertarungan dan pertaruhan etika dan moral.
Sering kali kekuasaan diperebutkan tanpa mengindahkan etika dan moral politik. Indikasi-indikasi kecurangan yang dirasakan oleh salah satu pihak atau salah satu pasangan calon bisa dianggap hal yang mengada-ada oleh pihak atau pasangan calon yang lain.
Demi kemenangan dan kekuasaan, nurani pun bisa ditutup dan dikubur dalam-dalam. Hal ini bisa menimpa siapa pun ketika target kontestasi hanya sekadar dan sebatas untuk meraih kemenangan dan menggenggam kekuasaan.
Di depan meja majelis hakim MK nantinya semua bakal diungkap dan terungkap. Pilpres 2024 bukan sekadar soal kalah-menang, melainkan harus bermuara pada perilaku yang paling substantif, yakni keadaban di dalam berkontestasi yang meniscayakan penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, bukan hanya sekadar pemilu yang luber: langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Lembar Kompas Anak sudah lama ditiadakan dan sebagai gantinya tiap hari Minggu disajikan rubrik Nusantara Bertutur. Isinya berupa cerita pendek untuk anak.
Rubrik Nusantara Bertutur ini sudah lama hadir. Sangat bermanfaat bagi pembaca Kompas, terutama anak-anak. Harapannya, melalui dongeng-dongeng Nusantara, rubrik ini dapat ikut serta mengembangkan karakter anak-anak Indonesia.
Untuk pengembangan rubrik, saya usul agar Nusantara Bertutur bisa selang-seling menyajikan cerita-cerita Nusantara dan muatan tentang ilmu pengetahuan terkini untuk anak-anak. Agar menarik dan tidak membosankan, ulasan mengenai ilmu pengetahuan tersebut disertai ilustrasi infografik yang menarik dan berwarna, seperti Geoweek dan Geofact yang juga pernah hadir di halaman Kompas.