Demokratisasi Asisten Digital
Revolusi baru tengah berlangsung dengan munculnya banyak platform berbasis kecerdasan buatan generatif atau Gen AI.
Revolusi yang mengubah peradaban dunia umumnya ditandai dengan adanya demokratisasi sumber daya, di mana hal-hal yang sebelumnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat menjadi tersedia bagi orang banyak. Contohnya, revolusi pengetahuan pada 1450-an, terpicu oleh mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg.
Mesin cetak tersebut mendemokratisasi pengetahuan dengan membuka akses bagi rakyat jelata terhadap informasi yang sebelumnya hanya tersedia bagi kaum elite, mengurangi kesenjangan pengetahuan.
Revolusi yang mengubah peradaban dunia umumnya ditandai dengan adanya demokratisasi sumber daya, di mana hal-hal yang sebelumnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat menjadi tersedia bagi orang banyak.
Begitu juga, revolusi industri pada 1760-an. Dimulai dengan ditemukannya mesin uap yang mendemokratisasi tenaga produksi yang sebelumnya dimonopoli oleh pemilik budak atau tuan tanah. Ini mengurangi kesenjangan dalam kemampuan produksi.
Kemudian, revolusi internet pada 1990-an membawa demokratisasi informasi dengan memperluas akses informasi yang sebelumnya hanya tersedia bagi institusi besar kepada masyarakat umum dengan cepat dan mengurangi kesenjangan informasi.
Saat ini, kita menyaksikan dimulainya revolusi baru dengan munculnya banyak platform berbasis kecerdasan buatan generatif atau Gen AI (Generative Artificial Intelligence), seperti ChatGPT, Dall-E, dan Sora. Teknologi Gen AI secara prinsip mampu menciptakan hal-hal baru yang sebelumnya belum ada sehingga dinamakan kecerdasan buatan ”generatif”.
Dengan mudah kita dapat meminta platform Gen AI untuk membantu menjawab pertanyaan atau melakukan berbagai tugas yang sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli yang memiliki keterampilan khusus. Oleh karena itu, teknologi Gen AI ini berpotensi mendemokratisasi akses masyarakat umum terhadap asisten digital.
Teknologi Gen AI secara prinsip mampu menciptakan hal-hal baru yang sebelumnya belum ada sehingga dinamakan kecerdasan buatan ’generatif’.
Pada awalnya, teknologi Gen AI ini akan digunakan oleh para ahli dalam bidang tertentu. Contohnya, ahli hukum dapat menggunakan teknologi ini untuk merangkum dokumen hukum yang panjang dalam waktu singkat dan bahkan memberikan saran strategi hukum yang tepat.
Programmer telah banyak memanfaatkannya untuk mempercepat proses pemrograman atau mendeteksi kesalahan dalam program yang sedang dikembangkan. Dokter juga dapat menggunakannya untuk membantu mendiagnosis penyakit dengan menggunakan data kesehatan pasien, termasuk hasil rontgen atau MRI.
Di masa depan, dengan antarmuka yang lebih mudah digunakan, teknologi Gen AI sudah mulai masuk ke kehidupan sehari-hari kita. Misalnya, Microsoft telah meluncurkan fitur Gen AI yang disebut co-pilot yang terintegrasi dengan program Microsoft Office. Fitur ini memungkinkan kita untuk dengan mudah membuat presentasi atau menulis artikel hanya dengan memberikan deskripsi dari apa yang ingin kita buat.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, hampir setiap bidang pekerjaan akan memanfaatkan teknologi Gen AI. Dengan demikian, kita seolah-olah memiliki asisten digital pribadi yang memiliki berbagai kemampuan.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, hampir setiap bidang pekerjaan akan memanfaatkan teknologi Gen AI.
Ketersediaan dan akses terhadap tenaga ahli yang sebelumnya hanya dapat dinikmati oleh perusahaan besar atau kalangan tertentu, kini tersedia bagi semua orang dengan mudah dan relatif murah dalam bentuk asisten digital.
Misalnya, manajer penjualan akan dapat menggunakan platform Gen AI untuk membantu membuat proposal atau surel dengan menggunakan basis pengetahuan yang ada di perusahaan mereka. Beberapa perusahaan sudah mulai menerapkan Gen AI dalam layanan pelanggan mereka, di mana petugas layanan pelanggan dibantu oleh robot Gen AI dalam menjawab dan menyelesaikan masalah pelanggan.
Jack Ma pernah mengatakan, jika kita bersaing dengan mesin, kita pasti akan kalah. Dia menyarankan agar sistem pendidikan mengajarkan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh mesin, seperti olahraga dan seni. Jensen Huang, CEO NVIDIA, bahkan mengatakan, ke depan tidak penting bagi anak-anak untuk belajar ilmu komputer dan pemrograman.
Tugas penyedia teknologi saat ini adalah menciptakan teknologi komputasi yang dapat digunakan tanpa perlu pemrograman manual karena bahasa pemrograman sudah menjadi lebih intuitif. Dengan demikian, semua orang di dunia bisa menjadi ”programmer”.
Tugas penyedia teknologi saat ini adalah menciptakan teknologi komputasi yang dapat digunakan tanpa perlu pemrograman manual karena bahasa pemrograman sudah menjadi lebih intuitif.
Jika semua pekerjaan yang tadinya membutuhkan keterampilan khusus dapat dilakukan oleh asisten digital dengan teknologi Gen AI, akan banyak profesi yang terancam. Fenomena ini mirip dengan profesi juru ketik dan juru potret. Saat ini, hampir semua orang bisa mengetik dan memotret sendiri.
Lalu, bagaimana kita harus mempersiapkan diri menghadapi hal tersebut? Keterampilan seperti apa yang diperlukan untuk menghadapi tren demokratisasi asisten digital ini?
Salah satu keterampilan yang penting adalah kemampuan untuk mendefinisikan permasalahan. Secara praktis, Gen AI akan mendorong pergeseran platform search engine menuju answering engine.
Hal ini mengubah paradigma, dari sekadar ”mencari informasi di internet” menjadi ”mendapatkan jawaban atau solusi terhadap pertanyaan atau masalah”. Seperti kata Kepala Riset General Motors, Charles Kettering, ”A problem well-stated is a problem half-solved”.
Gen AI akan mendorong pergeseran platform search enginemenuju answering engine.
Lebih lanjut, Albert Einstein mengatakan, ”Jika saya memiliki satu jam untuk memecahkan masalah, saya akan menghabiskan 55 menit untuk merumuskan masalahnya dan 5 menit untuk memikirkan solusinya.”
Begitu pentingnya mendefinisikan masalah dalam konteks Gen AI ini, muncullah konsep keterampilan khusus yang disebut prompt engineering, yaitu keterampilan untuk memberikan konteks yang tepat pada platform Gen AI agar jawaban atau solusi yang diberikan menjadi lebih akurat, tidak bias, relevan, dan efisien sesuai dengan kebutuhan kita.
Mempertimbangkan fenomena di atas, kurikulum kita yang berbasis pada keterampilan dasar (membaca, menulis, menghitung) dan kebanyakan berbasis hafalan perlu ditinjau ulang. Anak-anak kita harus mulai diajarkan merumuskan permasalahan dan bertanya dengan baik.
Namun, seperti dalam konteks penggunaan kalkulator dan komputer, teknologi Gen AI, termasuk aplikasinya sebagai asisten digital, adalah alat bantu. Sebagai pengguna, kita masih harus memiliki kemampuan berpikir kreatif dan kritis karena jawaban dari asisten digital tidak selalu akurat atau mungkin bertentangan.
Anak-anak kita harus mulai diajarkan merumuskan permasalahan dan bertanya dengan baik.
Kemampuan untuk berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik dalam tim juga sangat penting. Bagaimanapun sebagian besar yang kita lakukan dengan bantuan asisten digital akan perlu dikolaborasikan dan dikomunikasikan dengan pihak lain.
Selain itu, pemahaman tentang etika dan tanggung jawab digital juga penting. Hal ini akan membantu kita dalam menggunakan AI dengan bijaksana dan bertanggung jawab.