Membuka Tabir Izin Pertambangan di Indonesia
Praktik korupsi dan kolusi masih sering terjadi dalam proses pemberian izin pertambangan.
Meskipun berperan penting dalam roda ekonomi nasional, industri pertambangan di Indonesia tak luput dari sorotan terkait proses pemberian izin yang kerap menuai pertanyaan.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi isu utama, memicu keraguan publik. Bagaimana izin-izin ini diterbitkan? Siapa saja yang terlibat? Adakah potensi korupsi dan kolusi? Bagaimana dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitarnya?
Data menunjukkan permasalahan izin tambang di Indonesia cukup kompleks. Berdasarkan laporan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), terdapat 2.078 izin usaha pertambangan (IUP) yang dicabut pada tahun 2022 karena tidak aktif dan tidak menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Di sisi lain, Ombudsman RI menemukan bahwa pelayanan perizinan masih minim dan pengawasan terhadap tambang masih lemah. Ini menunjukkan perlunya reformasi sistem perizinan tambang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Baca juga: Layanan Aduan dan Penghormatan Hak Masyarakat Lingkar Tambang
Pentingnya transparansi dan akuntabilitas
Kepercayaan publik terhadap pemerintah dan industri pertambangan menjadi taruhan dalam proses pemberian izin pertambangan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk membangun kepercayaan ini. Dengan membuka proses dan informasi terkait izin pertambangan ke publik, potensi korupsi dan kolusi bisa diminimalkan.
Hal ini juga akan membantu memastikan bahwa izin hanya diberikan kepada pihak yang bertanggung jawab dan memiliki komitmen terhadap kelestarian lingkungan.
Masyarakat berhak mengetahui dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait izin pertambangan.
Transparansi dan akuntabilitas akan membuka ruang bagi partisipasi publik yang lebih luas. Hal ini akan mendorong terciptanya tata kelola pertambangan yang baik dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian izin pertambangan bukan hanya tentang membangun kepercayaan publik, melainkan juga tentang memastikan bahwa sumber daya alam dikelola secara bertanggung jawab untuk kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Berbagai hambatan
Upaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian izin pertambangan masih terhalang oleh berbagai rintangan.
Pertama, minimnya akses publik terhadap data dan dokumen terkait izin pertambangan menjadi hambatan utama. Ini mempersulit masyarakat mengetahui dan mengawasi proses pemberian izin. Transparansi yang minim membuka peluang terjadinya praktik-praktik yang tak bertanggung jawab dan merugikan masyarakat.
Kedua, kapasitas kelembagaan yang lemah juga menjadi batu sandungan. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur yang memadai membuat pemerintah kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara efektif. Ini menyebabkan lemahnya kontrol terhadap aktivitas pertambangan dan berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak-hak masyarakat.
Ketiga, kompleksitas dan banyaknya pihak yang terlibat dalam proses pemberian izin pertambangan, dengan kepentingan yang berbeda-beda, juga menjadi tantangan tersendiri. Koordinasi dan komunikasi antarberbagai pihak ini perlu dioptimalkan untuk mencapai tujuan bersama.
Kurangnya sinergi dan komunikasi efektif bisa mengakibatkan tumpang tindih kebijakan dan terhambatnya pemberian izin yang transparan dan akuntabel.
Transparansi yang minim membuka peluang terjadinya praktik-praktik yang tak bertanggung jawab dan merugikan masyarakat.
Keempat, budaya dan mentalitas yang belum mendukung transparansi dan akuntabilitas juga jadi faktor penghambat. Praktik korupsi dan kolusi masih sering terjadi dalam proses pemberian izin pertambangan. Ini menandakan perlunya perubahan budaya dan mentalitas, baik dari pihak pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat, agar tercipta tata kelola pertambangan yang baik dan berkelanjutan.
Upaya untuk mengatasi berbagai tantangan ini perlu dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Diperlukan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, masyarakat sipil, dan akademisi, untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian izin pertambangan.
Solusi dan rekomendasi
Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, diperlukan langkah-langkah konkret. Pertama, akses informasi publik terhadap data dan dokumen terkait izin pertambangan harus dibuka seluas-luasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan platform daring yang mudah diakses dan memuat seluruh informasi terkait izin pertambangan.
Kedua, kapasitas kelembagaan perlu diperkuat. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas SDM dan infrastruktur, serta menyediakan pelatihan dan edukasi terkait perizinan tambang.
Ketiga, partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan perlu didorong. Ini bisa dilakukan dengan mengadakan forum publik dan melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan terkait perizinan tambang.
Terakhir, sistem pemantauan dan evaluasi yang efektif perlu diterapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sistem yang terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, dalam proses pemantauan dan evaluasi.
Upaya-upaya ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian izin pertambangan sehingga tercipta tata kelola pertambangan yang baik dan berkelanjutan.
Wahyu Fahmi Rizaldy,Dosen Hukum Lingkungan Universitas Teknologi Surabaya