Penelitian membuktikan dampak polusi plastik terhadap lingkungan. Mikroplastik sudah mencemari air minum dalam kemasan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pemerintah Hong Kong melarang kemasan dan alat makan yang terbuat dari plastik. Keseriusan kebijakan ini patut dipertanyakan karena China produsen plastik terbesar di dunia.
Kompas.id memberitakan, bersamaan dengan Hari Bumi, 22 April 2024, Pemerintah Hong Kong, China, memberi waktu enam bulan bagi rakyatnya, terutama rumah-rumah makan, untuk beradaptasi dan mengubah kemasan mereka menjadi kemasan ramah lingkungan. Penerapan larangan ini menyusul pengesahan undang-undang pada Oktober 2023.
Hong Kong, wilayah di selatan China yang padat dengan 7,4 juta penduduk, tidak memiliki sarana dan prasarana cukup untuk mengelola sampah. Secara keseluruhan, setiap tahun Hong Kong rata-rata memproduksi 4 juta ton sampah, dan plastik menempati urutan kedua terbanyak.
Kita tentu mendukung kebijakan wilayah administratif khusus China ini untuk mengurangi plastik yang kian tak terkendali. Berbagai penelitian sudah membuktikan dampak polusi plastik terhadap lingkungan. Mikroplastik bahkan sudah mencemari air minum dalam kemasan.
Masalah plastik tidak hanya terjadi di Hong Kong, tetapi juga global, termasuk juga di Indonesia. Namun, tanpa solusi membatasi produksinya, masalah plastik tidak akan pernah tuntas. Berdasarkan data tahun 2022 dari Statista, China tercatat sebagai produsen terbesar plastik, yaitu 32 persen, diikuti Amerika Utara 17 persen dan Uni Eropa 14 persen.
Sejumlah negara sudah berkomitmen mengurangi penggunaan plastik dan produksinya. Di Indonesia, undang-undang pengelolaan sampah dan peraturan daerah sudah dibuat untuk membatasi penggunaan plastik.
Bersamaan dengan kabar dari Hong Kong tersebut, Reuters memberitakan, para pemimpin global berkumpul di ibu kota Kanada, Ottawa, minggu ini, untuk membahas kemajuan dalam penyusunan perjanjian global pertama untuk mengendalikan melonjaknya polusi plastik.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah plastik pada seluruh siklusnya, mulai dari saat diproduksi, bagaimana plastik digunakan, hingga saat plastik dibuang. Kebanyakan plastik murni berasal dari minyak bumi. Banyak negara penghasil petrokimia dan plastik, seperti Arab Saudi, Iran, dan China, menentang pembatasan produksi plastik. Negara-negara produsen ini menghalangi negara-negara lain yang menyerukan pembatasan produksi plastik.
Sementara 60 negara dalam ”Koalisi Ambisi Tinggi”, seperti Uni Eropa, negara kepulauan, dan Jepang, ingin mengakhiri polusi plastik pada 2040. Amerika Serikat juga ingin mengakhiri polusi plastik pada 2040, tetapi melalui mekanisme tersendiri di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kita berharap pertemuan Ottawa ini dapat mencapai kesepakatan untuk menghentikan polusi plastik secara komprehensif. Kita juga menanti tanggung jawab negara-negara produsen plastik untuk membatasi produksi plastiknya.