Bus Sumber Selamat Bukan Bencana, Jamin Penumpang Aman
Kecelakaan di Subang kikis kepercayaan publik terhadap bus, angkutan yang tengah digandrungi. Jamin keamanan naik bus.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kecelakaan maut di Subang karena ketidaklaikan kendaraan dan kelalaian manusia tidak boleh terjadi lagi. Apalagi, saat ini bus sebagai angkutan umum sedang naik daun digandrungi masyarakat seiring makin baiknya infrastruktur jalan, termasuk pembangunan masif akses tol. Bisnis perusahaan otobus dinilai menjanjikan serta industri karoseri pun menggeliat.
Jadikan kasus Subang ini momentum perbaikan tata kelola angkutan darat, khususnya bus.
Bus Trans Putera Fajar mengalami kecelakaan di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024), menyebabkan 11 korban tewas dan lebih dari 30 orang lainnya luka-luka.
Hasil investigasi sementara menunjukkan, bus bernomor polisi AD 7524 OG itu tidak dalam kondisi laik jalan. Rem bus tidak berfungsi, diduga rangkanya keropos, izin KIR atau uji kendaraan bermotor mati, ada dugaan modifikasi fisik bus tanpa izin, dan beroperasi tidak sesuai peruntukan.
Dalam laporan Kompas, status bus naas itu masih angkutan AKDP (antarkota dalam provinsi) dengan trayek Wonogiri ke Solo (Surakarta) di Jawa Tengah. Namun, saat kecelakaan, bus tengah disewa untuk mengantarkan siswa dan guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Lingga Kencana, Kota Depok, Jawa Barat, berwisata di Bandung.
Kecelakaan maut melibatkan bus ini terus berulang dan memicu keprihatinan publik.
Penelusuran harian ini menunjukkan, sepanjang 2014-2023 terjadi sedikitnya 172 kecelakaan melibatkan bus di jalan raya di sejumlah daerah di Indonesia. Akibatnya, 629 orang tewas dengan ratusan lainnya terluka. Satu tahun terakhir ini saja, setidaknya ada lima kecelakaan dengan 20 orang meninggal.
Penyebab kecelakaan-kecelakaan mematikan tersebut mulai dari sopir mengantuk, ugal-ugalan di jalan, atau terserang penyakit mendadak. Di luar itu, isu ketidaklaikan kendaraan turut mengemuka.
Dari pengakuan sopir ataupun pengelola angkutan kepada Kompas, praktik penggunaan kendaraan tua, yang sulit dijamin kelaikannya, dengan memodifikasi fisik sehingga terlihat baru serta mulus adalah hal biasa. Praktik buruk ini jamak dilakukan untuk bus pariwisata, tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadi pada bus umum dan truk.
Anekdot bus sebagai sumber bencana pun muncul lagi ke permukaan. Suatu hal yang pernah disematkan pada angkutan bus hingga satu-dua dekade lalu ketika pengelolaan usaha jasa transportasi ini terkenal serampangan seiring penegakan aturan oleh empunya kebijakan juga teramat longgar. Sayangnya, dari data koran ini, ternyata kondisi serupa masih terjadi sampai sekarang.
Tangan hukum jangan hanya terbatas tegas dengan menindak sopir.
Agar kecelakaan maut melibatkan kendaraan besar di jalan raya tidak terus terjadi dan terjadi lagi, praktik buruk tersebut harus dihentikan. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan dan tindakan luar biasa untuk menegakkan aturan serta memastikan setiap pihak terkait yang menentukan suatu kendaraan bisa beroperasi bertanggung jawab penuh atas keputusannya.
Peran pemerintah, mulai dari Kementerian Perhubungan hingga jajaran di bawahnya, kepolisian, dan pemerintah daerah sangat vital.
Tangan hukum jangan hanya terbatas tegas dengan menindak sopir. Pengelola usaha angkutan yang tidak bisa menjamin kendaraannya laik jalan pantas dihukum maksimal. Bahkan, para petugas dan pejabat pemerintah yang tidak kompeten wajib diseret ke ranah hukum.
Penegakan hukum tegas akan menjadi tonggak perbaikan angkutan darat, khususnya bus. Hal ini butuh sekarang juga dilakukan mengingat bus untuk angkutan perkotaan, AKDP, dan antarkota antarprovinsi (AKAP) kian populer menjadi pilihan warga untuk bermobilitas.