KPU Satu-satunya Rujukan yang Sah Umumkan Hasil Pemilu
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semua pihak diimbau untuk menghormati pengumuman hasil rekapitulasi suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum, Selasa (21/5/2019) dini hari. Itu karena KPU merupakan satu-satunya rujukan yang sah dan diakui undang-undang untuk mengumumkan hasil pemilu.
’Penetapan KPU merupakan satu-satunya rujukan yang paling sah untuk mengumumkan hasil pemilu,” ujar Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi dalam siaran pers yang diterima, Selasa pagi.
Pernyataan Hendardi merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam Pasal 13 disebutkan, KPU berwenang untuk menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi suara tingkat nasional. KPU juga berwenang menerbitkan keputusan untuk mengesahkan hasil pemilu dan mengumumkannya.
Pengamat politik Universitas Bunda Mulia, Silvanus Alvin, mengatakan, terpilihnya komisioner KPU sudah melalui proses seleksi di DPR. Mereka dipilih karena dinilai independen dan bisa mengemban kepercayaan publik. KPU adalah lembaga negara yang dibentuk sesuai dengan amanat UU untuk menyelenggarakan pemilu.
’Kalau tidak percaya KPU, mau percaya kemana lagi? KPU adalah institusi negara yang mana harus kita berikan elemen kepercayaan kepada mereka,” ujar Alvin.
Baik Hendardi maupun Alvin mengatakan, bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan pengumuman hasil pilpres bisa mengajukan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
”Demikianlah aturan main demokratis yang sudah disepakati oleh para kontestan pemilu, jauh sebelum tahapan pemilu dilaksanakan,” ujar Hendardi.
Oleh karena itu, lanjut Hendardi, aksi massa yang akan dilakukan oleh salah satu kontestan pilpres pada 22 Mei merupakan tindakan yang secara konstitusional cacat prosedural. Sebab, aturan main pemilu tidak menyediakan prosedur jalanan untuk mempersoalkan hasil pemilu.
”Dalam konteks itu, unjuk rasa yang didorong oleh kekecewaan atas proses dan hasil pemilu hanya perlu dibaca sebagai hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, bukan mekanisme demokratis tambahan untuk mengartikulasikan kedaulatan rakyat setelah pemungutan suara pada 17 April yang lalu,” ujar Hendardi.
Alvin menilai, gerakan berserikat dan berunjuk rasa di muka umum memang dijamin UUD 1945. Namun,unjuk rasa itu seyogianya tetap bisa tertib dan tidak mengganggu stabilitas negara.
Penumpang gelap
Hendardi mengimbau kepada masyarakat dan aparat keamanan untuk senantiasa waspada akan adanya penumpang gelap.
”Aparat agar tak segan-segan menggunakan kerangka hukum pemberantasan terorisme terhadap kelompok-kelompok radikal dan jaringan teroris yang berusaha untuk menjadikan kegagalan politik penumpang gelap dalam pemilu,” ujar Hendardi.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal mengatakan, polisi akan menjamin keamanan Ibu Kota.
”Kami lakukan super maksimal untuk langkah preventif terhadap kelompok yang berupaya menunggangi,” ujar Iqbal.
Iqbal mengakui ada kelompok-kelompok yang hendak membuat kekacauan pada hari pengumuman hasil pemilu. Salah satunya diduga akan dilakukan kelompok terduga teroris.
Niat itu, lanjut Iqbal, sudah dicegah polisi dengan menangkap puluhan terduga teroris. Termasuk pada Senin pagi, polisi menangkap dua terduga teroris, yaitu Muhamad Sahdi alias Abu Fatih di Ciracas dan Abu Mufid yang ditangkap di Cileungsi, Bogor.
”Riak-riak gangguan keamanan ini harus segera dideteksi dan dikendalikan oleh polisi,” ujar Iqbal.
Sementara itu, untuk kelompok masa yang tidak puas dengan hasil pemilu, Iqbal mempersilakan mereka untuk mengemukakannya di muka umum.
”Asalkan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta memelihara ketertiban. Kalau ada yang melanggar, tentu akan kami proses,” ujar Iqbal.