Presiden Jokowi memberhentikan secara tidak hormat anggota KPU, Wahyu Setiawan. Sementara itu, KPU didorong memperkuat pengawasan internal.
Oleh
Anita Yossihara dan Rini Kustiasih
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memberhentikan secara tidak hormat Wahyu Setiawan dari jabatannya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum, Jumat (17/1/2020). Dengan pemberhentian ini, Presiden Jokowi juga diharapkan segera menetapkan anggota KPU pengganti Wahyu agar tidak mengganggu penyelenggaraan pilkada serentak 2020.
Pemberhentian Wahyu yang kini menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 9/P Tahun 2020 tertanggal 17 Januari 2020. Sebelumnya, Kamis malam, Sekretariat Negara menerima surat putusan pemberhentian Wahyu dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Wahyu diberhentikan DKPP karena melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
Sesuai hasil pemilihan anggota KPU 2017-2022 di Komisi III DPR, calon dengan suara terbanyak kedelapan ialah I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mantan Ketua KPU Bali yang kini anggota Bawaslu Bali.
”Sementara kami memproses pemberhentian tetap saudara WS (Wahyu) lebih dahulu. Jadi masih punya waktu untuk mendiskusikan hal-hal terkait penggantian yang bersangkutan. Kami harus mempertimbangkan semua peraturan perundang-undangan,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman.
Sementara itu, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, M Arwani Thomafi, mendorong Presiden Jokowi segera menetapkan pengganti Wahyu. Sebab, saat ini KPU harus menyiapkan penyelenggaraan pilkada serentak 2020. Dia khawatir persiapan pilkada serentak 2020 bisa terganggu apabila anggota KPU belum lengkap, yakni tujuh orang.
Pengawasan internal
Pada saat bersamaan, KPU juga didorong mengefektifkan regulasi untuk memperkuat pengendalian internal guna mencegah persoalan serupa di kemudian hari. Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan, KPU perlu mengoptimalkan dua peraturan KPU (PKPU) yang sudah ada, yakni PKPU No 17/ 2012 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota; serta PKPU No 15/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan KPU.
Selain itu, KPU juga diingatkan akan peran penting inspektorat dan forum kontrol melalui rapat pleno KPU. ”Fungsi pleno sebagai pengawasan dan kontrol kualitas kerja di internal penyelenggara pemilu perlu dioptimalkan. Sebab, dalam pertemuan itu, anggota KPU membahas banyak hal terkait kerja masing-masing,” kata Ferry yang juga anggota KPU 2012-2017.