KPU Usulkan E-rekap Mulai Diterapkan dalam Pilkada 2020
KPU mengusulkan penerapan rekapitulasi elektronik dan penggunaan salinan penghitungan suara secara digital dalam Pilkada 2020. Gagasan ini dikemukakan setelah melakukan evaluasi terhadap Pemilu 2019.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menggagas penerapan rekapitulasi elektronik dan salinan penghitungan suara dalam bentuk digital untuk Pemilihan Kepala Daerah 2020 yang dilaksanakan serentak di 270 daerah. Penerapan e-rekap dan salinan penghitungan suara dalam bentuk digital penting untuk menjaga proses pemilihan berintegritas dan transparan.
Usulan tersebut disampaikan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengevaluasi pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif yang dilaksanakan secara serentak pada 2019.
Ketua KPU Arief Budiman, dalam diskusi ”Refleksi Hasil Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan 2020” di Jakarta, Rabu (22/1/2020), mengatakan, selain dua hal di atas, pihaknya juga mengusulkan tentang perlunya perbaikan desain bentuk keserentakan dalam pemilu ke depan.
Terkait dengan desain keserentakan pemilu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh direktur eksekutifnya, Titi Anggraini, mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Perludem mempersoalkan keserentakan pemilu yang selama ini, berdasarkan putusan MK, dimaknai sebagai pemilu lima kotak, yaitu pemilihan presiden/wakil presiden serta pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Sejumlah ahli yang dihadirkan dalam persidangan uji materi itu condong agar keserentakan pemilu ditinjau ulang, yaitu dengan memisahkan antara pemilu nasional (pemilihan presiden/wakil presiden, DPR, dan DPD) dan pemilu lokal (pemilihan kepala daerah, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota).
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pemilu, termasuk terkait urusan logistik, Arief mengusulkan agar jumlah item yang dimasukkan dalam layanan e-katalog ditambah. Apabila pada Pemilu 2019 hanya 11 item yang dimasukkan ke e-katalog, ia berharap pada pemilu berikutnya bisa ditambah menjadi 14 item.
Mengenai e-rekap, KPU mengusulkan agar ke depan salinan dokumen untuk seluruh proses pemilu disediakan dalam bentuk digital. Hal tersebut akan membuat pemakaian kertas tidak terlalu banyak lagi dibutuhkan.
Acara ini juga dihadiri anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin; Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti; Pelaksana Tugas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad; dan pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar N Gumay selaku moderator.
Arief melanjutkan, kini sudah ada tiga peraturan KPU (PKPU) yang diundangkan, yakni PKPU Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu, PKPU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada, serta PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Ketiga PKPU lainnya masih dalam perubahan, sementara satu PKPU dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ramlan dalam paparannya menyampaikan tentang demokrasi sebagai ukuran penyelenggaraan pemilu alih-alih efisiensi. Ia menambahkan, akan lebih baik jika aspek demokrasi dan efisiensi dapat saling bertemu. Namun, jika menjadi sebuah pilihan, pilihannya jatuh pada demokrasi dan bukannya efisiensi.
Pada kesempatan itu, ia juga mengkritik akurasi daftar pemilih yang menurut dia masih menjadi persoalan, misalnya calon pemilih yang terdaftar di dua lokasi dan orang meninggal yang masih terdaftar. Selain itu, ada juga isu hak pilih menyusul adanya sebagian masyarakat adat yang tidak beroleh nomor induk kependudukan (NIK) dalam KTP elektronik.
Afifuddin dalam kesempatan itu memberikan sejumlah catatan terkait penyelenggaraan Pemilu 2019. Pertama terkait dengan tindakan Bawaslu untuk mengadukan mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan, kepada DKPP.
Soal tertangkapnya Wahyu, Muhammad mengatakan, peristiwa tersebut sebagai ”kecelakaan” menyusul posisi penyelenggara pemilu lainnya yang dinilai sudah berada di dalam jalur.
Selanjutnya, Afifuddin memberikan catatan pada saat pengawasan data pemilih yang dua kali mengalami perubahan. Walaupun sempat menimbulkan ketegangan, perubahan itu bertujuan utama untuk menyelamatkan hak pilih warga, berubah hingga menghasilkan tiga DPT.