Ketegasan Asumsi Pelaksanaan Dibutuhkan jika Perppu Segera Diterbitkan
Hingga kini, peraturan pemerintah pengganti undang-undang penundaan pemilihan kepala daerah belum juga diterbitkan pemerintah. Pelaksanaannya pun menjadi pertanyaan karena terkait dengan tahapan yang harus dimulai.
Oleh
Ingki Rinaldi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ihwal penundaan pemilihan kepala daerah belum juga diterbitkan. Pelaksanaan pilkada serentak 2020, baik pada masa pandemi Covid-19 maupun tanpa pandemi, pun menjadi pertanyaan. Karena itu, rencana pelaksanaan pilkada pada 9 Desember 2020 pun semakin diragukan, terutama tahapan pilkada yang seharusnya segera ditentukan waktunya.
Direktur Democracy Electiral Empowerement Partnership (DEEP) Yusfitriadi, dalam diskusi daring bertajuk ”Menakar Untung Rugi Pilkada di Bulan Desember”, Jumat (1/5/2020) di Jakarta, mengatakan, hingga saat ini kepastian tersebut belum ada karena perppu belum juga diterbitkan. Padahal, kejelasan apakah pilkada bakal dilangsungkan dalam situasi pandemik ataukah tidak akan sangat memengaruhi hal-hal lain.
”Karena (itu) paling penting perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) memastikan apakah pilkada di kondisi pandemik ataukah normal,” kata Yusfitriadi dalam diskusi yang diselenggarakan Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) itu.
Karena (itu) paling penting perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) memastikan apakah pilkada di kondisi pandemik ataukah normal.
Ia menilai kejelasan itu akan memengaruhi desain pelaksanaan pilkada. Hal ini termasuk penentuan secara teknis apakah bakal menggunakan model sosialisasi virtual dan sebagainya.
Pengamat pemilu yang juga dosesn ilmu pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bambang Eka cahya Widodo, saat menjadi pembicara dalam diskusi yang sama juga mengatakan bahwa pengunduran pilkada dari September menjadi setelah Desember 2020 akan terkait dengaan penggunaan anggaran. Penyelenggaraan di waktu tersebut membuat anggaran pilkada yang sudah disepakati lewat penandatanganan NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) di tingkat provinsi serta kabupaten/kota masih bisa dipergunakan.
Akan tetapi, ia juga menggarisbawahi isu kesenjangan digital di Indonesia yang relatif menjadi penghambat diadopsinya teknologi digital pada sejumlah tahapan teknis. Kesenjangan digital ini terkait dengan ketidaksetaraan infrastruktur dan akses serta literasi di sebagian kelompok masyarakat.
Komisioner Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta, Bagus Sarwono, yang juga menjadi pembicara diskusi tersebut menambahkan bahwa ada dua prinsip harus dipenuhi jika Pilkada 2020 diselenggarakaan pada Desember ini. Pertama ialah dilaksanakannya pilkada secara demokratis. Kedua, dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah persebaran wabah Covid-19.
Harusnya terbit April
Ketua KPU Arief Budiman, dalam diskusi lain bertema ”Implikasi Covid-19 terhadap Tahapan Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah”, yang diselenggarakan Kolegium Jurist Institute pada hari yang sama kembali menegaskan pentingnya perppu seharusnya terbit pada akhir April lalu jika pilkada hendak dilangsungkan pada Desember 2020. Pasalnya, imbuh Arief, pada 30 Mei 2020 akan dilakukan pengaktifan tahapan. Di dalamnya termasuk kesiapan lelang logistik, produksi logistik, dan distribusi logistik hingga tingkat TPS.
Selain itu, dibutuhkan pula penyusunan sejumlah peraturan KPU (PKPU) yang didasarkan dari perppu dimaksud. PKPU itu, juga masih harus dikonsultasikan dengan DPR bersama pemerintah. Padahal, kata Arief, pertengahan Mei ini DPR menjalani masa reses. Selain itu, dibutuhkan pula tahapan pengundangan PKPU tersebut di Kementerian Hukum dan HAM.
Perppu masih bisa dikeluarkan hingga akhir Mei. Akan tetapi, perppu yang dikeluarkan pada Mei akan sangat mepet dengan tahapan lain dan kesanggupan penyelenggara dalam melanjutkan tahapan pilkada.
Selain syarat telah diterbitkannya perppu pada akhir April lalu, sejumlah hal lain juga mesti terpenuhi jika pilkada hendak dilaksanakan pada Desember 2020. Di dalamnya termasuk masa tanggap darurat penyebaran Covid-19 berakhir pada 29 Mei 2020 serta adanya pencabutan PP Nomor 21 Tahun 2020 terkait pembatasan sosial berkala besar sebelum dilanjutkannya tahapan.
Adapun pilihan kedua dengan menyelenggarakan pikada pada Maret 2021, imbuh Arief, membawa konsekuensi tahapan yang sudah harus dimulai lagi pada 1 Agustus 2020. Sementara opsi pilkada pada September 2021 mensyaratkan tahapan lanjutan sudah mesti dimulai pada Februari 2021.
Dihubungi terpisah, peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, mengatakan bahwa perppu masih bisa dikeluarkan hingga akhir Mei. Akan tetapi, imbuh Ihsan, perppu yang dikeluarkan pada Mei akan sangat mepet dengan tahapan lain dan kesanggupan penyelenggara dalam melanjutkan tahapan pilkada.
”Maka, memang sebaiknya pilkada diundur selambat-lambatnya sampai dengan September 2021, bukan Desember 2021,” kata Ihsan menambahkan.
Ditanya secara terpisah, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan bahwa pemerintah akan segera menerbitkan perppu tersebut. ”Ya, Presiden akan menerbitkan perppu tersebut yang pilkadanya akan dijadwalkan pada Desember 2020. Namun, keliatannya akan diundur lagi setelah dibahas Komisi II DPR dan KPU. Kita tunggu saja segera (diterbitkan) atau apa,” tutur Pratikno, Jumat malam ini.