Umur Panjang berkat Wasabi
”Entah ada di mana dia sekarang. Saya kira dia sudah berkeluarga, begitu pula saya. Hidup terus berjalan dan kini saya punya seorang anak perempuan. Cantik bukan?” ujarnya sambil menunjukkan foto putrinya yang kini berusia 37 tahun dan berparas ayu.
Bangkitnya kembali romantisisme kisah cinta Shigetoshi di tempat itu memang dapat dimaklumi. Salah satu perkebunan wasabi terbesar di Jepang—seluas 15 hektar—itu tak lekang digerus pembangunan. Suara gemercik kincir air, jernihnya aliran Sungai Tadegawa, dan hijaunya ladang wasabi tetap tidak berubah seperti 57 tahun lalu, yaitu ketika Shigetoshi dan Yoshiko masih mengikat janji cinta.
Inspirasi film
Tidak heran, sutradara ternama asal Jepang, Akira Kurosawa, menjadikan tempat itu sebagai salah satu inspirasinya dalam membuat film populer, Dreams, pada 1990 silam. Film bergenre realisme-magis yang pembuatannya melibatkan dua tokoh Hollywood, George Lucas dan Steven Spielberg, itu mengisahkan mimpi-mimpi Kurosawa soal Jepang yang indah dan menakjubkan.
Salah satu episode film itu, yaitu ”Kampung Berkincir Air”, khusus berkisah tentang pergulatan hidup di Perkebunan Wasabi Daio. Para tetua di Daio menjaga tradisi kuno untuk mempertahankan keasrian alam di kaki Pegunungan Alpen Jepang dari gempuran teknologi maju. Meskipun terasing, mereka hidup bahagia dan berumur panjang berkat keselarasan dengan alam di daerah pegunungan yang disebut sebagai ”atap Jepang” itu.
Perkebunan Wasabi Daio, yang berdiri sejak 1915 silam, adalah salah satu ”permata” Jepang, khususnya di Prefektur Nagano. Perkebunan itu merupakan salah satu penyumbang wasabi segar terbesar di Jepang. Produknya bahkan diekspor ke sejumlah negara, termasuk di Eropa. Di Inggris dan Perancis, harganya bisa mencapai 160 dollar AS atau Rp 2,1 juta per kilogram. Itu menjadikannya salah satu lobak termahal di dunia.
Mahalnya harga itu tidak terlepas dari sulitnya membudidayakan tanaman itu. Wasabi hanya bisa tumbuh di daerah dataran tinggi, yaitu 400-750 meter di atas permukaan laut, dengan suhu air 10-15 derajat celsius. Air yang digunakan untuk tumbuh pun harus sangat murni dan sejernih kristal.
Air yang mengaliri Perkebunan Daio, misalnya, berasal dari aliran gletser atau mencairnya salju dari Pegunungan Alpen Jepang utara. Pestisida atau zat kimia lain pun diharamkan. ”Wasabi yang asli hanya tumbuh di tempat seperti ini, yaitu alam dan air yang sangat murni,” ujar Shigetoshi yang tengah menulis buku berjudul Wasabi dan 100 Tahun Perkebunan Daio.
Wasabi adalah salah satu rahasia warga Nagano dan Jepang umumnya untuk hidup berumur panjang. Umbi-umbian, yang olahannya sering disajikan bersama sushi dan sashimi, itu konon memiliki khasiat mencegah kanker dan penuaan dini. Senyawa allyl isothiocyanate yang banyak terkandung di dalamnya mampu menumpas radikal bebas dan bakteri basil perusak tubuh.
Fakta menunjukkan, Nagano merupakan prefektur yang memiliki angka usia harapan hidup tertinggi di Jepang. Rata-rata usia hidup warga di Nagano adalah 80,88 tahun untuk pria dan 87,18 tahun untuk wanita. Angka rata-rata harapan hidup itu adalah yang tertinggi dari daerah mana pun sejagat ini.
”Di Nagano, banyak warga yang memiliki kebun sayur sendiri. Mereka mencari makna hidup sambil terus beraktivitas, bercocok tanam. Inilah yang membuat warga lansia di sini tetap sehat hingga berumur panjang. Inilah surga tempat hidup kami,” ungkap Oota Humitoshj, Wakil Kepala Desa Hakuba, salah satu komunitas desa di Prefektur Nagano.
Warga lansia trengginas
Prefektur Nagano, khususnya Hakuba, memang laiknya surga, khususnya bagi para warga lansia, di Jepang. Dalam perjalanan akhir Januari lalu, nyaris tidak ditemui warga lansia yang sekadar duduk santai di rumahnya untuk menikmati hari tua. Hampir semuanya, baik yang masih berusia 50 tahun maupun di atas 70 tahun, sibuk beraktivitas dengan trengginas.
Salah satunya adalah Tsumoru Matsumoto (56), pemilik penginapan di Desa Hakuba, Nagano. Ia sangat lincah menjalankan berbagai aktivitas, mulai dari berbelanja, memasak, mengantarkan tamu, hingga mengajar berseluncur ski es. Bermain ski di saat musim dingin, akhir November hingga Maret, menjadi salah satu kegiatan massal yang dilakukan warga di Hakuba.
Saat musim dingin, desa di kaki Pegunungan Alpen Jepang itu dipenuhi salju tebal yang seperti tumpukan bubuk susu. Matsumoto pun sempat mengajak kami berseluncur di Hakuba Goryu Iimori, satu dari lima resor ski di desa itu. Meski tak lagi muda, ia masih lincah berseluncur dan meliuk-liuk di lintasan ski.
Malam harinya, kami mencicipi onsen alias pemandian air panas yang menjamur di Jepang pada era Meiji (1867-1912). Di Hakuba terdapat sedikitnya lima onsen yang bersumber dari mata air abadi Pegunungan Alpen Jepang.
”Tidak perlu malu. Ayo masuk, bawa saja handuk kecil. Pemandian ini sangat bagus untuk kesehatan,” kata Matsumoto mengusir kecanggungan kami yang harus melepas seluruh busana.
Dan, benar saja. Perasaan canggung berganti kenikmatan sekejap saat berendam di kolam hangat penuh uap itu. Segala penat dan dingin pun hilang seketika. Sungguh, kehangatan musim dingin Jepang yang mengesankan.