Cara ”Negeri Ginseng” Mengelola Wisata
Dalam satu dekade terakhir, Korea Selatan menjelma menjadi magnet wisata pelancong dunia. Bagaimana ”negeri ginseng” itu mengelola industri pariwisata sehingga arus wisatawan selalu mengalir deras ke sana?
Orang-orang melangkah santai di jalan setapak berwarna kekuningan. Jalan itu membelah hutan lebat pohon fir (Abies) yang menjulang dengan batang kokoh. Udara musim panas saat itu sirna. Kesejukan membasuh wajah bersamaan dengan riak air sungai dari sisi kiri jalan. Sesekali tupai kecil berlarian di jalan meminta makanan pada pengunjung.
Jalan setapak itu menjadi salah satu tempat pengambilan gambar serial televisi Korsel, Goblin (2016). Goblin, diperankan Gong Yoo, mengejar Euntak (Kim Goeun) setelah lawan mainnya mengetahui rahasia pedang menancap di punggungnya. Salah satu adegan paling emosional drama yang selesai tayang di Korsel tahun lalu itu dilakukan saat musim dingin ketika salju melapisi jalan setapak dan menggantung di cabang serta ranting pohon-pohon fir.
Jalan setapak selebar 3 meter itu panjangnya 1,5 kilometer. Jalan tersebut akses masuk ke Kuil Woljeongsa di Kabupaten Pyeongchang, Provinsi Gangwan, Korsel, 180 kilometer dari arah timur Seoul, ibu kota Korsel.
Pada Minggu di akhir Juli, pengunjung masuk dan keluar jalan setapak menuju dan dari kuil Buddha yang dibangun pada tahun 500-an. Tempat suci yang terletak di lembah Taman Nasional Pegunungan Odaesen itu merupakan salah satu destinasi wisata alam, religus, dan kultural. Kuil itu tercatat sebagai warisan budaya Korsel. Pengambilan gambar drama televisi di areal wisata menegaskan keberadaan destinasi dengan hutan lebat dan pagoda setinggi 15 meter dengan sembilan tingkat.
Masih di wilayah Pyeongchang, destinasi lain yang juga menjadi tempat pengambilan gambar Goblin adalah areal peternakan Samyang (Samyang Ranch). Lokasi itu berupa sabana yang diselingi pepohonan di perbukitan dengan luas 2.000 hektar yang diklaim sebagai lahan peternakan terluas di Asia. Ternak yang dibudidaya domba dan sapi.
Mendekati puncak, berdiri kokoh enam kincir angin bertiang setinggi 30 meter dengan panjang kincir 20 meter. Kincir angin menghasilkan energi listrik untuk aktivitas peternakan. Dalam berbagai suasana alam, mulai pendar matahari terbit, langit cerah, kabut, hingga salju, lokasi sekitar kincir angin menjadi titik favorit pengunjung berfoto.
Selain itu, pengunjung bisa memberikan ternak makanan. Makanan disiapkan oleh pengelola wisata. Saat mengunjungi tempat ini, bus-bus berisi wisatawan domestik dan mancanegara menderu di jalanan di bukit padang tersebut.
Selain kedua destinasi, obyek wisata lain yang juga muncul dalam Goblin adalah kota musim dingin Alpensia Pyeongchang. Kota itu dirancang sebagai wisata musim dingin dengan berbagai olahraga dan atraksi khas salju. Tahun depan Olimpiade Musim Dingin dihelat di kompleks tersebut.
Pengambilan gambar film atau drama televisi di destinasi wisata adalah salah satu strategi pemasaran industri wisata di Korsel. Hampir semua tempat wisata di negeri berpenduduk 50 juta orang itu tak luput dari sorotan kamera drama Korea (K-drama).
Perpaduan adegan drama yang mengeksploitasi emosi pemirsa dengan keindahan lokasi pengambilan gambar membangkitkan rasa penasaran. Emosi itu menggerakkan pemirsa ke destinasi wisata yang muncul di dalam drama. Demam K-drama menjalar menjadi gelombang wisata. Daya gigil demam K-drama ke seluruh pelosok Asia, bahkan kini ke Afrika, merupakan cara jitu memasarkan wisata.
Cuplikan adegan dalam K-drama pun dibukukan. Buku disebar di berbagai lokasi strategis, mulai dari Bandar Udara Internasional Icheon, pusat informasi wisata, hingga hotel.
Meski belum ada penjelasan tentang korelasi langsung antara dua hal itu, data menunjukkan jumlah wisawatan mancanegara ke Korsel dari tahun ke tahun meningkat pesat dengan dominasi wisatawan dari negara-negara Asia. Pada 2014, tercatat 14,2 juta pelancong menikmati berbagai destinasi wisata di negara itu. Dua tahun berselang naik menjadi 17 juta orang atau meningkat 20 persen. Selama Mei 2017, terdata hampir satu juga wisatawan mancanegara mengunjungi Korsel.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, jumlah turis asing ke Korsel setahun lalu berselisih 48 persen dengan wisatawan segmen sama yang melancong ke Indonesia.
Ketersediaan informasi
Pelengkap lain pengelolaan wisata di Korsel adalah penyediaan informasi yang lengkap dan mudah. Semua hotel menyediakan brosur tentang destinasi wisata di kota sekitar. Brosur biasanya ditempatkan di rak ruangan resepsionis. Pengunjung bisa mengambilnya secara prodeo.
Brosur berisi informasi detail tentang obyek wisata. Informasi ini menyangkut keunggulan tempat, penginapan dengan tarif per hari, nomor telepon, hingga laman di internet tentang destinasi tersebut. Brosur disatukan dengan peta kota atau daerah wisata lengkap dengan keterangan titik-titik yang perlu diketahui wisatawan mulai dari terminal bus/kereta, restoran, dan pasar atau pusat oleh-oleh.
Informasi tersebut tentu memudahkan wisatawan mendapatkan gambaran utuh tentang obyek wisata, termasuk untuk mengestimasi lamanya kunjungan wisatawan dan biaya yang dikeluarkan.
Selain di hotel, wisatawan bisa memperoleh keterangan di pusat informasi yang disediakan pemerintah di tempat-tempat wisata. Semua tempat wisata punya pusat informasi untuk mempermudah pengunjung. Di sini, informasi lebih detail lagi disajikan, baik dalam bentuk foto, buku, maupun video.
Simpul terpadu
Tak hanya melalui hotel dan pusat informasi yang tersebar di lokasi wisata, sejak tiga tahun lalu Pemerintah Korsel lewat otoritas wisata negara itu, Korea Tourism Organization (KTO), membangun simpul informasi yang disebut ”K-Style Hub”. Hub menempati tiga lantai salah satu bangunan pencakar langit di jantung Seoul.
Layanan informasi dibuka 24 jam. Informasi disajikan dalam empat bahasa, yaitu bahasa Korea, Inggris, Jepang, dan Tiongkok.
Lantai pertama berisi berbagai informasi tentang destinasi wisata, atraksi/festival dalam satu tahun, dan tren belakangan wisata kecantikan. Lantai kedua berisikan informasi kuliner Korsel yang dikategorikan berdasarkan musim (Korsel mengenal empat musim, yaitu panas, semi, dingin, dan gugur). Lantai terakhir memuat berbagai produk kerajinan, mulai dari dompet, mangkuk, hingga pakaian tradisional (hanbok).
Pemandu wisata dari KTO, Jinny Kim, menyampaikan K-Style Hub merangkum semua informasi tentang fenomena demam Korea. ”Itu meliputi dari K-Pop, wisata, budaya, hingga kosmetik,” katanya.
Dengan kata lain dalam tiga tahun terakhir, K-Style Hub semacam dapur yang memproduksi demam Korea ke dunia.
Ang Wui Chong, wartawan salah satu surat kabar terkemuka di Malaysia, menyatakan, di negaranya belum ada simpul informasi terpadu seperti itu. ”Padahal, ini tidak sulit dibikin,” katanya.
Dengan pengelolaan wisata yang terencana, gelombang wisata ke Korsel diperkirakan makin deras dalam tahun-tahun mendatang. Strategi Korsel dalam dunia industri wisata sebetulnya tidak terlampau sulit untuk dikembangkan di negara dengan kekayaan destinasi wisata berkelas dunia, termasuk Indonesia. Masalahnya, maukah?