”Aloha”, Paus Bungkuk
Sambutan perwakilan Qualcomm menandai santapan di Senin malam itu, ditingkahi sayup-sayup rekaman musik. Tentu saja ini bukan bentuk luau semestinya dengan musik hidup dan pertunjukan budaya yang atraktif sebagai bagiannya.
Rupanya luau dalam bentuk yang seharusnya itu baru diselenggarakan keesokan harinya. Selain aneka makanan dan minuman, meja-meja makan yang bisa menampung lebih dari 10 orang itu ditata di tengah semilir angin sejuk dari arah pantai.
Tak perlu menunggu lama sebelum kelompok seni dan budaya Lei Pono yang dipimpin Derek Pono Murray memanaskan malam. Nyanyian dengan musik hidup dari sejumlah instrumen musik, seperti gitar dan ipu heke, yang merupakan alat musik tradisional Hawaii, mengiringi empat penari perempuan dan tiga penari laki-laki yang menampilkan hula.
Hula dapat ditafsirkan sebagai tarian. Hula, terutama di masa lalu, berperan sebagai cara meneruskan dan melestarikan tradisi, sejarah, dan budaya Hawaii.
Pono menjelaskan, bersama-sama dengan nyanyian dan dongeng, hula berperan penting dalam meneruskan kebudayaan Hawaii dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun, di masa kini, hula cenderung lebih menjadi bagian hiburan untuk disajikan kepada para tamu atau penonton, seperti yang malam itu ditampilkan.
”Ini adalah kisah yang menjadi bagian dari legenda Maui,” kata Pono mengenai keseluruhan pertunjukan yang ditampilkan bersama kelompoknya malam itu.
Asal mula
Legenda mengenai asal mula manusia di Maui dipercaya berasal dari Tahiti. Mereka, kata Pono, mendarat di Maui dengan menggunakan kano yang berdasarkan dokumentasi telah memiliki sistem navigasi perintis.
Ia menambahkan, kisah itu cenderung mirip dengan bagaimana manusia tersebar di pulau-pulau lain dalam wilayah tersebut. Selain itu, mereka juga mengisahkan tentang Pulau Kahaoolawe, sebuah pulau vulkanik yang menjadi tempat temuan ikan.
Sejumlah penari yang tampil terkait dengan konsep manusia setengah dewa. ”Ini adalah tentang superhero dalam legenda Hawaii,” ujar Pono.
Penari yang berbeda-beda itu kemudian juga menampilkan sejumlah hula. Selain gerakan dan lagu pengiring, kostum yang berlainan juga membedakan hula yang ditampilkan.
Hula terbagi menjadi dua. Hula kahiko yang dimainkan dengan iringan kisah dan tabuhan ipu heke tampil untuk tujuan menghormati tamu. Sementara hula ’auana yang cenderung lebih modern diiringi alat musik seperti gitar dan ukulele.
”Berbicara tentang hula, memang telah berubah. Ini ketika (kelompok hula) telah berjalan selama bertahun-tahun, mulai lebih banyak jenis hula kontemporer. Misalnya, di tahun 1930-an dan 1940-an, pengaruh militer dan pelaut membuat gaya hula juga terpengaruh,” tutur Pono.
Selain perubahan pada hula yang malam itu dipertunjukkan, terdapat pula permainan api yang berkobar pada dua sisi tongkat. Belakangan tongkat itu bertambah menjadi dua batang.
Seorang penampil yang dipanggil Pono sebagai ”Chief Manar” dan disebutnya sebagai ”penguasa api” tampil makin menjadi-jadi. Pada satu titik, Chief Manar bahkan mematikan nyala api dengan menjilatinya.
Tak lupa, seorang penonton diajak pula naik ke panggung. Pada bagian terakhir, setelah sebagian pemain menaiki egrang, hula kembali dipertunjukkan.
Esoknya, Rabu (6/12), kami berpindah ke lautan. Pelabuhan Maalaea menjadi tujuan sebelum katamaran Four Winds II berkapasitas maksimal 130 orang jadi tumpangan.
Kapten Jason Kerber lantas mengarahkan kapal ke barat daya menuju lokasi snorkeling Coral Garden. Kerber yang berasal dari Oregon sudah 20 tahun menekuni bisnis itu.
Ia mencatat, saat pertama kali datang, kondisi lingkungan perairan di Maui tidak seberapa bagus. Pembangunan konstruksi dan konsentrasi bahan kimia polutan industri mencemari perairan.
Kondisi tersebut menimbulkan stres pada terumbu karang. Sebagai akibat lanjutannya, kematian terumbu karang dalam jumlah besar pun terjadi.
Namun, dua hal yang memengaruhi perubahan keadaan lantas terjadi. Masing-masing kedatangan penduduk Amerika dari negara bagian lain ke Hawaii serta berhentinya pengoperasian pabrik pengolahan nanas dan pabrik gula dari tebu.
”Dalam sepuluh tahun terakhir terjadi perubahan kesadaran masyarakat terkait kelestarian lingkungan hidup,” kata Kerber. Perlahan kondisi terumbu karang membaik dan stok ikan pelan-pelan juga mulai pulih.
Memang keadaan belum kembali sebagaimana 50 tahun silam tatkala pasokan ikan masih sangat melimpah. Akan tetapi, kondisi saat ini setidaknya sudah bisa mengakomodasi pebisnis wisata laut seperti dirinya.
Putarannya juga kencang mengingat dalam satu hari kapal Kerber bisa dua kali berlayar mengangkut wisatawan. Kapal-kapal lain bahkan ada yang berlayar hingga tiga kali atau lebih dalam sehari.
Jumlah kapal diperkirakan lebih dari 100 unit yang tersebar di sejumlah pelabuhan. Di Pelabuhan Maalaea, kapal besar seukuran Four Winds II diperkirakan berjumlah sekitar 20 unit. ”Ini bisnis yang besar,” ucap Kerber.
Pada pelayaran pulang, di perairan McGregor Point, dua paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) yang diduga dari utara Samudra Pasifik menampakkan diri. Sontak saja penumpang segera menghambur ke sisi kapal guna mengambil gambar, sekalipun tak sedikit yang kecele karena kehilangan momentum.
Aloha, dan sampai jumpa....