Ketangguhan dari Himeji
Pada masa Perang Dunia II, kota terbesar di Harima ini tidak luput dari serangan bom. Hampir seluruh sudut kota Himeji rusak, tetapi benteng itu masih tetap tangguh, tegak berdiri di atas bukit Himeyama. Pada 1995, kota Himeji diguncang gempa, tetapi bangunan benteng sekali lagi tetap selamat, menunjukkan konstruksinya yang kokoh tahan gempa.
Benteng Himeji juga merupakan benteng terbesar di antara benteng lain dengan luas 107 hektar. Menurut statistik, Benteng Himeji merupakan benteng yang paling banyak dikunjungi di Jepang. Pada 1993, benteng itu mendapatkan status Warisan Dunia dari UNESCO dan merupakan tempat pertama di Jepang yang mendapatkan status tersebut.
”Bangau Putih”
Pemerintah setempat sangat memperhatikan kelestarian benteng tersebut. Pemkot Himeji menutup Benteng Himeji selama lima tahun untuk melakukan renovasi dan baru selesai pada 2015. Biaya renovasi sekitar 2,8 miliar yen atau setara dengan Rp 364 miliar. Mengingat Benteng Himeji adalah aset nasional, sekitar dua pertiga biaya ditanggung pemerintah pusat dan sisanya oleh pemkot.
”Jangan heran jika Himeji terlihat sangat putih bersih,” kata Direktur Divisi Revitalisasi Regional Pemkot Himeji Kojiro Fukuda. Dari kejauhan, Benteng Himeji memang tampak berdiri gagah dan terlihat putih bersih seolah bercahaya ditimpa matahari musim semi. Dalam bahasa Jepang, Himeji disebut juga Hakuro-jo atau Shirasagi-Jo atau benteng bangau putih.
Untuk berfoto dan diunggah ke sosial media, banyak pojok-pojok benteng yang sangat bagus walaupun sakura belum mekar. ”Dari 100 tempat melihat sakura mekar tercantik di Jepang, kawasan Himeji termasuk di dalamnya,” kata Asisten Direktur Divisi Revitalisasi Regional Pemkot Himeji Tomohiro Ishihara.
Benteng itu berlantai enam. Lantainya terbuat dari kayu. Untuk menjaga kelestarian lantai kayu tersebut, pengunjung diminta menukar alas kaki dengan sandal yang disediakan di benteng. Bangunan utama terdiri atas enam lantai. Tangga-tangga kayu di dalam benteng itu sangat sempit, tetapi cukup kuat menahan lalu lintas pengunjung.
Kuil
Pada lantai keenam, ada sebuah altar yang biasa digunakan untuk sembahyang. Kuil itu disebut Kuil Osakabe yang berarti tembok panjang. Menurut buku The Yokai Encyclopedias karangan Toriyama Sekien, pada 1580, ketika ada perluasan benteng, penguasa benteng harus memindahkan sebuah kuil. Tidak lama kemudian, penguasa benteng sakit-sakitan. Kabarnya, dia sakit karena kemarahan dewa. Lalu, dibuatlah altar dan Kuil Osakabe.
Menurut hikayat, Osakabe berwujud seorang wanita yang mengenakan 12 lapis kimono. Hingga kini dia dipercayai masih menjaga Benteng Himeji. Para pengunjung yang berdoa membunyikan lonceng, lalu meletakkan beberapa keping koin ke dalam kotak yang tersedia di situ. Setengah berkelakar, dalam bukunya, Sekien mengatakan bisa jadi Benteng Himeji merupakan satu-satunya warisan budaya UNESCO yang dihuni oleh yokai atau roh.
Ada informasi salah mengenai Benteng Himeji. Beberapa informasi menyebutkan bahwa benteng ini merupakan tempat pengambilan gambar film The Last Samurai yang dibintangi Tom Cruse tahun 2003. Padahal, ada kuil lain yang tidak jauh dari Benteng Himeji, yaitu Kuil Engyoji di puncak gunung Shosu. Benteng Himeji digunakan untuk pengambilan gambar film James Bond, You Only Live Twice.
Sepedaan gratis
Selain benteng putih besar itu, masih banyak tempat menarik di Himeji. Kota ini juga dikenal dengan jalur sepeda yang indah. Bersepeda mengelilingi Himeji merupakan salah satu cara mengeksplorasi kota dengan biaya murah dan mudah. Tidak perlu repot membawa sepeda sendiri karena Pemkot Himeji menyediakan beberapa sepeda untuk dipakai para wisatawan. Tidak perlu membayar sepeser pun alias gratis, lengkap dengan helm-nya. Sudah ada beberapa kelompok pesepeda dari Indonesia yang bersama-sama menikmati keindahan Himeji.
Salah satu tempat untuk meminjam sepeda adalah Stasiun Himeji. Dari situ bersepeda ke Benteng Himeji hanya lima menit. Peminjaman sepeda itu juga menyediakan peta berbagai rute, mulai dari 5 kilometer, lengkap dengan tempat-tempat menarik untuk disinggahi, seperti rumah minum teh, rumah sake, serta kafe dan restoran.
Sayangnya, peta sepeda masih menggunakan bahasa Jepang, belum ada yang berbahasa Inggris. Akan tetapi, setidaknya sepanjang rute sepeda sudah diketahui tempat-tempat mana yang menarik dikunjungi.
Kota ”ronin”
Sedikit keluar dari luar Himeji, ada kawasan yang juga menarik dikunjungi, yaitu Ako. Kota ini terletak di tepi pantai, sekitar 28 kilometer dari Himeji dan berbatasan dengan Prefektur Okayama. Mungkin kita tidak mengenal Ako, tetapi kita mengenal kisah 47 Ronin atau film Ako Roshi, ronin dari Ako. Ako merupakan kota para ronin dalam kisah itu berasal. Ronin adalah samurai atau perwira militer yang kehilangan atau terpisah dari tuannya di zaman feodal Jepang.
Naganori Asano, seorang samurai dari Ako, harus melakukan seppuku atau bunuh diri karena telah menyerang Kozukenosuke Kira di Benteng Edo. Para pengikutnya dipimpin Kuranosuke Oishi lalu menyerang Kira pada 14 Desember 1702.
Dalam budaya modern, kisah para ronin itu lebih menonjolkan kepahlawanan mereka dan menempatkan Kira sebagai tokoh antagonis. Kisah para ronin ini masih diperingati setiap 14 Desember dengan festival Ako Ginshi, Perwira Setia dari Ako.
Hingga hari ini, reruntuhan Benteng Ako yang dibangun Asano pada 1661 masih dapat dikunjungi. Demikian pula dengan Kuil Kagakuji yang didirikan Asano tahun 1646 dan memasang patung 47 ronin tersebut. Kuil lain, Oisihi, dibangun 1912 juga untuk mengenang mereka. Makam para ronin ini ada di Kuil Sengakuji dekat Stasiun Shinagawa di Tokyo.
Kawasan Harima menawarkan keindahan alam, mulai dari laut hingga gunung bersalju. Sejarahnya pun menarik diikuti. Bagi mereka yang ingin menikmati Jepang, tetapi tidak ingin berkunjung ke kota metropolis yang terlalu padat, kawasan ini dapat dijadikan pilihan menawan. Lupakanlah sejenak Tokyo....