Naha
Siapa sangka ternyata di Jepang ada warga minoritas? Mereka memiliki bahasa dan budaya yang berbeda dari Jepang yang kita kenal pada umumnya. Kenyataan itulah yang baru bisa kami sadari ketika menyinggahi Naha, ibu kota Prefektur Okinawa.
Menjangkau Naha dari Bandara Narita di Prefektur Chiba cukup jauh, perlu tiga jam penerbangan. Durasi penerbangan Narita-Naha mirip rute penerbangan langsung Cengkareng-Kupang (Nusa Tenggara Timur).
Sebelum direbut Kekaisaran Jepang era Meiji, kawasan Okinawa merupakan teritori Kerajaan Ryukyu, sebuah kerajaan independen yang terpisah dari Kekaisaran Jepang, dan membayar upeti kepada Kekaisaran China. Kerajaan Ryukyu berdiri pada 1429 lewat penyatuan Kerajaan Chuzan, Hokuzan, dan Nanzan.
Selain secara geografis amat berjarak dari Honshu—pulau utama Jepang—ada pula ”jarak” identitas penduduknya. Warga Okinawa kebanyakan berasal dari etnis Ryukyu, salah satu etnis minoritas di Jepang. Budaya dan bahasa mereka pun juga berbeda dari orang Jepang kebanyakan.
Singgah di Naha, di sela-sela peliputan Festival Film Okinawa, jadi momentum untuk membuka mata tentang Jepang yang berbineka.
Pukul 09.00
Taman Fukushuen
Taman ini amat dipengaruhi rancangan khas China. Maklum, Fukushuen memang diciptakan dengan dasar hubungan persahabatan antara kota Naha dan kota Fuzhou di Provinsi Fujian, China. Naha adalah kota kembar (sister city) Fuzhou.
Fukushuen dibangun tahun 1992 dengan luas area 8.500 meter persegi. Rancangannya mengikuti metode tradisional tertentu di Fuzhou. Bahkan, material bangunan didatangkan langsung dari sana sehingga terbangunnya Fukushuen semacam menghadirkan Fuzhou di Naha. Pagoda kembar bernama Pagoda Putih dan Pagoda Burung serta area terbuka yang dinamai Gunung Yu, Wu, dan Ping sesuai pula dengan yang ada di Fuzhou.
Fukushuen menjadi pelepas stres bagi warga sekitar yang sudah terbiasa dengan panorama gedung-gedung bertingkat nan berimpit. Bahkan, pengelola menempatkan pelantang suara di sejumlah tempat, memperdengarkan lagu-lagu menenangkan.
Untuk menikmati taman ini, pengunjung dewasa membayar tiket masuk seharga 200 yen (Rp 25.600) dan anak-anak 100 yen (Rp 12.800).
Pukul 11.30
Kastil Shuri
Jejak pengaruh China di Okinawa terentang lebih dari 600 tahun lalu. Salah satu tanda jejak tersebut ditampilkan oleh Shuri-jo atau Kastil Shuri. Bekas istana penguasa Kerajaan Ryukyu yang masih berlokasi di kota Naha ini mulai dibangun pada abad ke-14 dengan perpaduan rancangan gaya Jepang dan China.
Sayangnya, Kastil Shuri yang terlihat saat ini tidak lagi orisinal. Kastil sudah menderita kerusakan beberapa kali. Bahkan, hanya berselang 24 tahun pasca-Kerajaan Ryukyu berdiri, kastil ini pernah hancur karena perebutan kekuasaan. Kehancuran terakhir adalah waktu Pertempuran Okinawa dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sejak saat itu, restorasi peninggalan sejarah ini berlangsung hingga sekarang.
Yang menarik, sejumlah anggota staf laki-laki yang menjaga situs-situs di kastil mengenakan pakaian tradisional Ryukyu. Mereka memakai jubah hitam yang disebut kurucho serta sejenis tutup kepala berupa turban, hachimaki. Amat berbeda dengan kimono yang selama ini sudah luas dikenal sebagai pakaian tradisional Jepang.
Para pengunjung Kastil Shuri juga bisa merasakan sensasi kembali ke masa Kerajaan Ryukyu dengan menyantap kudapan manis tradisional di Sasunoma. Ruang minum teh tersebut pada era kerajaan digunakan untuk menjamu tamu-tamu penting, termasuk dengan menyediakan kudapan manis. Saat ini, kudapan peninggalan zaman kerajaan yang bisa dinikmati adalah kue hanabouru, kunpen, chiirunkou, dan kinsokou. Jangan lupa sambil menyeruput teh melati asal China, teh sanpin namanya.
Pukul 14.00
Jalan Kokusai
Pelesir belum sempurna tanpa berbelanja. Jadi, mari lemaskan kaki sembari belanja di Kokusai Dori atau Jalan Kokusai di Naha. Ruas jalan sepanjang lebih kurang 2 kilometer ini adalah surga wisata belanja di Okinawa. Deretan toko sepanjang jalan seperti melambai-lambai meminta dihampiri.
Sejumlah toko alat musik menjual instrumen petik tradisional Okinawa, sanshin. Ciri khas instrumen ini adalah penggunaan kulit ular untuk melapisi bagian badan penghasil resonansi serta hanya memiliki tiga dawai.
Bahan pangan khas Kepulauan Okinawa adalah ubi jalar ungu yang disebut beni imo. Di Naha, termasuk di Jalan Kokusai, kita mudah menjumpai camilan manis berbahan atau bercita rasa beni imo dijual di mana-mana. Makanan tersebut antara lain pie, biskuit, cokelat, dan es krim.
Salah satu tempat berbelanja dengan ragam dagangan yang lengkap di Jalan Kokusai adalah Don Quijote, yang ada juga di wilayah lain di luar Okinawa. Toko ini juga menerapkan bebas pajak untuk barang-barang konsumsi senilai total lebih dari 5.000 yen (Rp 640.000) yang akan dibawa ke luar Jepang.
Jalan Kokusai juga sangat cocok untuk jelajah kuliner. Jumat sore itu, kami memilih untuk menikmati santap berat di restoran Tubara-ma. Pada bagian depan restoran ini, tiruan raksasa sanshin menyambut tamu. Pengelola berusaha menampilkan suasana tradisional di dalam restoran dengan membangun gubuk-gubuk sebagai bilik makan.
Kami menjajal seporsi goya chanpuru (tumis pare) seharga 980 yen (Rp 125.500), fu chanpuru (tumis sayur dengan tepung goreng) 900 yen (Rp 115.200), dan tori niku no kurogama kurozu (ayam dengan bumbu saus black rice malt dan cuka) seharga 680 yen (Rp 87.000). Santapan diakhiri dengan minum segelas koktail mangga yang menyegarkan mulut sehabis makan seharga 600 yen (Rp 76.800).
Ada juga yang harus dicicipi, yaitu es krim dari kedai waralaba Blue Seal. Es krim merek ini hanya dijual di Okinawa meski awalnya dikembangkan oleh perusahaan Amerika Serikat.
Pukul 11.00
Sakurazaka Gekijo
Di Naha sedang digelar Festival Film Internasional Okinawa yang menyuguhkan puluhan film dari Jepang ataupun sejumlah negara lain secara gratis bagi warga dan turis. Untuk festival tahun ini, Yoshimoto Kogyo—penyelenggara acara—mengundang dua film besutan sutradara dan produser Indonesia, yaitu Satria Heroes: Revenge of Darkness dan Dilan 1990.
Kami mendapat kesempatan untuk menonton Dilan 1990 pukul 11.00 di Sakurazaka Gekijo Hall B untuk tahu bagaimana reaksi orang Jepang, terutama anak mudanya, terkait langkah-langkah agresif tetapi romantis ala Dilan yang diperankan Iqbaal Ramadhan. Sejumlah perempuan remaja SMA berkomentar, mereka dibuat meleleh oleh rayuan gombal dan perhatian Dilan terhadap Milea (Vanesha Prescilla).
Pukul 18.30
Taman Naminoue Umisora
Kepulauan Okinawa adalah surganya pantai dan eksplorasi keindahan bawah laut. Tempat penyelaman di Pulau Okinawa kebanyakan berlokasi di bagian utara. Apalah daya, kami tidak bisa jauh-jauh dari Naha untuk bisa menikmati pantai yang indah. Namun, kota ini menawarkan taman pinggir laut yang tetap mampu menciptakan relaksasi. Namanya, Taman Naminoue Umisora.
Dari ruang terbuka ini, wisatawan bisa menikmati pemandangan laut nan biru serta desiran angin sejuk. Taman tersebut juga kerap digunakan untuk kegiatan, salah satunya konser pertunjukan penutup Festival Film Internasional Okinawa yang dihelat pada Minggu (22/4/2018) malam.