Mengejar Air Terjun
Dari sela bebatuan yang berselimut pohon cacar air di tebing, air mengucur dan berlomba jatuh menuju aliran deras anak sungai di bawahnya. Seolah saling kejar, terjun bebas, tak berbeban. Perasaan ringan merambati hati saat memandanginya.
Pemandangan air terjun itu tak menjemukan. Mata tak akan terpaku pada satu sudut pandang. Air terjun itu menyajikan keindahan yang terbentang melebar sekitar 15-20 meter dalam suasana begitu sejuk. Keindahan yang membuai dan menerbitkan rasa damai seiring suara gemericik air jernih yang tak henti berjatuhan dari tebing.
Itulah pemandangan khas di lokasi Air Terjun Curup Maung, Desa Rinduhati, Kecamatan Gumay Ulu, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel). Istilah maung disematkan pada air terjun itu karena diduga banyak maung atau harimau di kawasan tersebut. Ada pula yang mengonotasikan maung sebagai maut.
Dua makna maung itu sah-sah saja. Pasalnya, kawasan di sekitar air terjun itu memang dikelilingi hutan yang masih terjaga keasliannya. Bisa jadi, itulah hutan murni terakhir yang ada di Sumsel mengingat hampir semua hutan di provinsi tersebut sudah dirambah untuk kepentingan perkebunan, tambang, hingga permukiman.
Karena hutan itu masih murni tak terusik, warga pun banyak yang takut ke lokasi tersebut. Isu keberadaan maung ataupun harimau merebak dari satu warga ke warga lainnya. Stigma sebagai tempat berbahaya juga tak terelakkan. Untuk itu, tersematlah kata maung untuk nama air terjun tersebut. ”Sampai sekarang, kata orang-orang sekitar, masih sering terdengar suara raungan harimau dari situ,” ujar Arie (24), warga Dusun Jati Lama, Kecamatan Pulang Pinang, Lahat.
Stigma tentang ”bahaya” air terjun itu luntur seiring semangat anak-anak muda untuk unjuk eksistensi di dunia maya di sekitar air terjun. Anak-anak muda ini aktif di sejumlah akun media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Mereka semangat mencari lokasi wisata baru dan menarik guna mendapatkan banyak simpati dari teman-temannya di media sosial, terutama komentar dan tanda suka (like).
Jadilah para pemuda mulai menjamah kawasan Air Terjun Curup Maung sejak sekitar 2014. Mereka menyiarkan foto-foto air terjun itu di media sosial. Seketika, informasi itu menyebar luas ke seantero Lahat, Sumsel, bahkan nasional. Secara instan, Air Terjun Curup Maung pun menjadi magnet wisata baru di Lahat.
”Pada 2014, air terjun itu naik daun, bahkan sempat jadi trending topic di beberapa media sosial. Banyak media nasional juga datang untuk meliput di sini. Lama-lama, semua kesan angker air terjun itu terhapus oleh keindahan alamnya,” kata Arie.
Bertualang seru
Tak hanya menawarkan keindahan semata, akses menuju Air Terjun Curup Maung juga menawarkan petualangan seru. Suasana itu tersaji selama perjalanan berkendara menuju pintu masuk air terjun tersebut, lalu berlanjut dan selama perjalanan dengan berjalan kaki dari pintu masuk menuju lokasi air terjun tersebut.
Air Terjun Curup Maung berada di Desa Rinduhati, Gumay Ulu, Lahat. Apabila berangkat dari Palembang, pelancong harus menempuh perjalanan darat lebih kurang 250 kilometer, sekitar 5-6 jam ke arah barat daya dari ibu kota Provinsi Sumsel itu hingga ke Lahat. Sesampai di Lahat, pelancong harus melanjutkan perjalanan lagi lebih kurang 1 jam ke arah barat ke Rinduhati.
Petualangan seru dimulai selama perjalanan dari pusat kota Lahat hingga ke Desa Rinduhati. Akses jalan yang ada berupa jalanan kecil selebar lebih kurang 3-4 meter hanya muat satu mobil. Jalan dengan kelak-kelok tajam dan curam. Jalan itu membelah perbukitan yang sebagian sudah berganti jadi kebun kopi, karet, dan ada juga durian, sebagian lagi masih hutan. Mata pun dimanjakan dengan suasana kawasan yang dinaungi pepohonan rindang nan hijau tersebut.
Jalanan itu sangat sepi karena yang melaluinya mayoritas hanya warga yang pergi ke kebun. Bisa dipastikan, kawasan itu bebas polusi. Jadi, mesti disempatkan menghirup udara dalam-dalam ketika berada di sana.
Tiba di pintu gerbang menuju Air Terjun Curup Maung, sensasi pertualangan lain tersaji. Gerbang itu hanyalah gubuk kayu, tempat warga berjaga menagih uang karcis ketika ada pelancong berniat masuk. Di situ pula tempat mereka menjaga kendaraan bermotor para wisatawan.
Jalan setapak
Dari gerbang itu, pelancong harus berjalan kaki sekitar 30-45 menit, melewati jalan setapak lebih kurang 5 kilometer. Perjalanan jadi terasa cukup panjang karena akses jalan itu naik-turun melewati perbukitan di antara kebun kopi dan hutan.
Namun, jalanan setapak itu tak akan membosankan. Sebabnya, pepohonan yang amat rimbun dan udara segar yang ditingkahi kicauan burung-burung. Suasana khas hutan Sumatera itu akan membuat lelah berjalan terlupa.
Langkah kaki makin kencang kala samar-samar suara air terjun mulai terdengar. Puncaknya, pelancong pun bakal berteriak girang kala air terjun yang dinanti itu terlihat di pelupuk. Lepas sudah rasa letih, terutama pegal-pegal di kaki, ketika sampai di lokasi air terjun tersebut.
”Rekreasi yang menyenangkan. Di sini kita benar-benar merasakan suasana berbeda dari di kota. Tempat ini sangat cocok untuk orang-orang yang sudah penat dengan kota,” ujar pelancong asal Palembang, Kiagus Muhammad Habibillah (29).
Di balik pesonanya, fenomena Air Terjun Curup Maung juga mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap potensi wisata di daerah. Betapa tidak, walaupun sudah populer di Sumsel, belum terlihat ada fasilitas yang menunjang perkembangan tempat itu. Akses jalan dari pusat kota Lahat ke Desa Rinduhati masih buruk. Di lokasi air terjun tak ada fasilitas umum, minimal seperti toilet atau tempat berganti pakaian.
Menjadi pertanyaan kini bagaimana keindahan seperti yang ditawarkan Air Terjun Curup Maung ini mesti dirawat dan dikelola?