Hakodate
Terletak di wilayah selatan Pulau Hokkaido, Jepang, kota Hakodate menawarkan berbagai destinasi wisata yang memikat hati. Suasana tenteram, pemandangan indah, bangunan kuno khas Eropa, hingga aneka makanan laut segar menjadi daya tarik utama. Terselip juga sejarah awal terbukanya Jepang terhadap modernisasi.
Dengan jumlah penduduk 280.000 jiwa, Hakodate adalah kota dengan populasi terbesar ketiga di Hokkaido setelah Sapporo yang merupakan ibu kota (1,9 juta) dan Asahikawa (347.000). Hakodate juga salah satu kota pertama di Jepang yang membuka pelabuhan untuk perdagangan internasional.
Tahun 2016 mulai beroperasi layanan kereta peluru atau Shinkansen dari Aomori (Pulau Honshu) ke Hakodate melalui terowongan Seikan yang dibuka sejak 1988. Aksesibilitas yang kian meningkat membuat Hakodate berkembang sebagai salah satu destinasi pariwisata unggulan di Jepang.
Menurut data Departemen Pariwisata Pemerintah Kota Hokkaido, pada 2018 terdapat sekitar 500.000 kunjungan wisatawan asing dan lebih dari separuhnya asal Taiwan. Pada tahun yang sama terdapat 6.000 kunjungan wisatawan Indonesia atau meningkat sekitar 30 persen dari 2017.
Pada Familiarization Trip ke Hokkaido oleh Japan National Tourism Organization (JNTO) yang diikuti lima wartawan dan satu blogger Indonesia, pertengahan Februari 2019, kami mengunjungi sejumlah obyek wisata di Hakodate. Satu persinggahan singkat, tetapi mengesankan.
Pukul 13.15
Menara Goryokaku
Pada 1854, Keshogunan Tokugawa mengakhiri periode isolasi atau tertutup dari dunia luar yang telah berlangsung lebih dari 200 tahun. Pada 1857, Benteng Goryokaku dibangun di Hakodate, dengan gaya Barat, yakni berbentuk bintang bersudut lima. Tujuh tahun berselang, pembangunan rampung.
Kekuasaan beralih ke Kaisar Meiji pada 1867. Keterbukaan seperti membuka pelabuhan untuk perdagangan asing ditentang para desertir, yang merupakan mantan prajurit Keshogunan Tokugawa. Para desertir lalu berupaya mengambil alih Benteng Goryokaku. Pertempuran terjadi.
Pertempuran Hakodate berlangsung 1868 hingga 1869, yang pada akhirnya dimenangi pasukan pemerintahan baru. Akhir pertempuran itu juga menandai berakhirnya perlawanan bersenjata terhadap Restorasi Meiji. Benteng Goryokaku, yang menjadi saksi bisu, kokoh hingga kini.
Keindahan benteng itu dapat dinikmati dari dek observasi Menara Goryokaku, setinggi 107 meter, dengan membayar 900 yen atau Rp 113.000. Selain berfoto dengan latar pemandangan benteng dan kota Hakodate, pengunjung bisa memperoleh informasi dari diorama akan sejarah Goryokaku.
Pukul 15.50
Gunung Hakodate
Bisa dibilang, inilah destinasi wisata di Hakodate yang wajib didatangi. Puncak gunung setinggi 334 meter itu merupakan titik sempurna untuk menikmati pemandangan kota yang eksotis. Pemandangan itu mendapat tiga bintang pada ”Michelin Green Guide Japon”.
Tidak perlu capek-capek mendaki. Dengan membeli tiket seharga 1.280 yen atau Rp 162.000, pengunjung dapat mencapai puncak dengan kereta gantung hanya dalam tiga menit. Di puncak, pengunjung juga bisa menyaksikan film tentang destinasi wisata itu dengan membayar 100 yen.
Adapun waktu terbaik untuk menikmati pemandangan kota Hakodate yang menawan ialah 30 menit setelah matahari terbenam. Namun, jangan harap bisa naik kereta gantung dengan leluasa jika datang mendekati malam hari. Pada jam-jam itu, antrean untuk naik maupun turun akan mengular.
Rombongan kami sengaja datang sore hari. Selain menghindari antrean, juga agar lebih lama di puncak. Sambil ditampar embusan angin, kami menikmati panorama bangunan-bangunan kota yang serba putih karena salju. Gagak yang terbang berkelompok membuat pemandangan kian ciamik.
Pukul 17.50
Gudang Bata Merah
Di area bernama Kanemori Red Brick Warehouse ini terdapat deretan bangunan dengan dinding berupa susunan bata merah. Berusia lebih dari 100 tahun, bangunan tersebut dulu digunakan sebagai gudang penyimpanan barang, tetapi kini difungsikan menjadi pusat perbelanjaan.
Area gedung bata ini cocok bagi wisatawan yang ingin belanja oleh-oleh. Di dalamnya ada sekitar 40 gerai yang menjual berbagai macam pakaian dan aksesori. Selain itu, pengunjung dapat menikmati lezatnya cheese cake serta berbagai macam pastry. Juga, kopi dan teh yang membuat badan hangat.
Di bagian luar, deretan bangunan bata merah layak menjadi spot berfoto ria. Cobalah datang pada malam hari karena kilau lampu bangunan dan lampu jalan berwarna kuning-oranye membuat area ini semakin terasa hidup. Nuansa klasik pun semakin terasa.
Ada juga jembatan yang membentang di atas kanal, yang tentu sayang apabila tak diabadikan lewat jepretan foto. Adapun bangunan bata merah ini menghadap pelabuhan sehingga suara mesin atau klakson kapal laut yang melintas bakal membuat malam di Hakodate makin seru.
Pukul 18.50
Kaisekino Sato Kira
Setelah setengah hari berkeliling Hakodate, tiba waktunya makan malam di restoran Kaisekino Sato Kira, yang letaknya di kaki gunung Hakodate. Untuk sampai di sana, kami harus berpindah kendaraan dari bus ke mini van. Sebab, jalan yang sempit tak memungkinkan bagi bus untuk menanjak.
Dinginnya malam Hakodate berubah saat memasuki restoran dengan penghangat ruangan itu. Lepas dan gantungkan jaket di tempat yang telah disediakan sebelum menyantap makanan pembuka yang sudah terhidang di meja.
Secarik kertas di atas meja mencuri perhatian kami yang baru saja duduk. Pada kertas itu tertera tulisan dengan huruf kanji Jepang secara vertikal. Setiap orang mendapat pesan berbeda. Saya, misalnya, mendapat tulisan Kirameku yakei. Artinya, malam yang berkilau.
”Itu sebagai bentuk keramahtamahan dari pihak restoran,” ujar Sasayama Michiko, pemandu wisata yang menemani kami selama di Jepang.
Makanan yang dihidangkan di antaranya goma-dofu (tahu wijen), ebi-shinjo (sup bakso udang), sashimi, alpukat dengan daging kepiting, dan puding. Sementara menu utama kami pada malam itu ialah omaru-ebi (lobster rebus), yang dagingnya amat empuk dan gurih.
Pukul 07.29
Distrik Motomachi
Sebelum meninggalkan Hakodate, jangan lupa untuk mengintip Distrik Motomachi yang berjarak sekitar 1 km dari pelabuhan. Kawasan ini menjadi representasi Hakodate sebagai salah satu gerbang masuk pengaruh budaya Barat ke Jepang. Banyak bangunan dengan arsitektur gaya Eropa.
Persis di sebelah selatan Taman Motomachi, terdapat gedung lama pemerintahan Hokkaido cabang Hakodate, yang dibangun 1909. Pilar-pilar yang menjulang mengingatkan pada bangunan khas Yunani. Di belakang bangunan ini sebenarnya ada Old Public Hall of Hakodate Ward yang megah, tetapi ditutup karena sedang dalam renovasi.
Bergeser sekitar 300 meter, terdapat sejumlah bangunan gereja, di antaranya Gereja Ortodoks Rusia, Gereja Roman Katolik, Gereja Protestan, dan Gereja Anglikan St John’s. Kemudian, jangan lewatkan momen untuk menikmati lanskap jalan landai mengarah ke pelabuhan. Dari kejauhan terlihat kapal laut yang tengah bersandar.
”Bangunan-bangunan tua bergaya Eropa, termasuk gereja-gereja di Motomachi, menjadi daya tarik utama Hakodate selain Gunung Hakodate serta makanan laut. Hal-hal seperti ini tak akan ditemukan di kota-kota lain,” ujar Ken Satoh dari Departemen Pariwisata Pemerintah Kota Hokkaido.