logo Kompas.id
Politik & HukumMA Kaji Permintaan Fatwa
Iklan

MA Kaji Permintaan Fatwa

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung masih mengkaji permintaan fatwa yang diajukan pemerintah terkait dengan tafsir atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan status Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. MA harus menilai apakah permintaan fatwa itu relevan dan regulasi yang dimohonkan fatwa itu memang belum jelas.Juru bicara MA, Suhadi, Rabu (15/2), di Jakarta, mengatakan, untuk mengeluarkan fatwa, MA memerlukan pengkajian mendalam. Pimpinan MA juga harus melihat terlebih dahulu inti permintaan pemerintah. "Keputusan soal mengeluarkan fatwa ada di tangan pimpinan sehingga bagaimana surat itu dibalas nanti masih menunggu kebijakan pimpinan. Namun, melihat pernyataan Ketua MA (Hatta Ali) kemarin, MA cenderung menyerahkan kebijakan mengenai status Basuki kepada Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri)," katanya.MA, lanjutnya, tidak perlu mengeluarkan pendapat atau fatwa jika ternyata regulasi terkait sudah jelas tafsirnya.Selasa lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyerahkan surat permintaan fatwa ke MA. Permintaan fatwa itu merupakan bagian dari upaya pemerintah mempertimbangkan beragamnya pendapat yang berkembang di antara anggota DPR, pakar hukum, dan tokoh masyarakat (Kompas, 15/2).Sebelumnya, Hatta Ali mengatakan, MA dalam lima tahun terakhir cenderung mengurangi penerbitan fatwa. Hal itu dilakukan untuk menghindari dampak negatif fatwa yang bisa memengaruhi independensi hakim menangani dan memutus perkara.Suhadi mengatakan, MA telah membentuk kelompok kerja untuk mengkaji regulasi yang dimintakan fatwa. Anggota kelompok kerja disesuaikan dengan regulasi dimintakan fatwa. Terkait keputusan pemerintah tidak memberhentikan Basuki, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional menyatakan tak akan mencabut usulan hak angket meski sikap Fraksi PAN berbeda. Mereka menilai, angket merupakan hak anggota DPR. Terlebih mereka menilai ada pelanggaran UU dalam keputusan itu. "Saya tidak akan mencabut tanda tangan usulan hak angket. Begitu pula rekan-rekan dari PAN lainnya yang sudah tanda tangan," ujar anggota DPR dari Fraksi PAN sekaligus Sekretaris Fraksi PAN DPR Yandri SusantoSebelumnya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menilai terlalu dini untuk mengusulkan hak angket saat ini. Pimpinan DPD Suhadi mengatakan, dalam urusan politik, MA pernah mengeluarkan pendapat hukum, yakni soal masa jabatan pimpinan DPD. Pada 2016, pimpinan DPD meminta petunjuk MA atas perbedaan ketentuan di dalam Tata Tertib DPD dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3)."Tata tertib DPD mengatakan, masa jabatan pimpinan DPD adalah 2 tahun 6 bulan untuk kemudian diadakan pemilihan pimpinan lagi. Ketentuan itu berbeda dengan yang diatur di UU MD3. UU mengatakan, masa jabatan anggota dan pimpinan DPD selama lima tahun," kata Suhadi.Menyikapi hal ini, MA mengkaji referensi akademis Tata Tertib DPD dan UU MD3. MA akhirnya mengeluarkan pendapat hukum yang menyatakan masa jabatan anggota dan pimpinan DPD adalah lima tahun. "MA menilai, ketentuan di dalam UU MD3 jauh lebih tinggi tingkatan aturannya dibandingkan dengan Tata Tertib DPD yang sifatnya internal," ujarnya. (REK/APA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000