logo Kompas.id
Politik & HukumPengusaha Keberatan Korporasi ...
Iklan

Pengusaha Keberatan Korporasi Dipidana

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha keberatan terhadap pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pidana Korporasi. Pemidanaan korporasi yang terlibat dalam tindak kejahatan, termasuk korupsi, dianggap berlebihan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemerintah perlu bersikap proporsional dalam pemberantasan korupsi. Sebab, korupsi juga kerap kali datang dari pihak pemerintah. Ia mencontohkan adanya usaha dari oknum pemerintah yang menghambat perizinan. Jika diberikan imbalan, oknum pemerintah itu baru memberikan kemudahan dalam perizinan."Ini sudah rahasia umum bahwa pemerintah sendiri yang meminta bayaran untuk perizinan ataupun proyek kepada pihak swasta," katanya saat dihubungi pada Kamis (23/2). Penindakan korupsi hingga menyeret korporasi pun, menurut Hariyadi, merupakan kebijakan berlebihan karena korporasi adalah institusi. Hal itu tak ubahnya dengan Mahkamah Konstitusi yang beberapa hakimnya terbukti menerima suap."Oknum hakim di MK, kan, yang melakukan korupsi. Apa lantas MK juga diseret ke pengadilan? Kan, tidak demikian. Begitu juga dengan perusahaan, mengapa harus ikut diseret ke pengadilan," katanya.Ia menegaskan, pengusaha jelas keberatan jika institusi korporasi ikut diadili dalam suatu perkara. Sebab, peradilan di Indonesia saat ini belum bebas dari kepentingan politik. Sementara pemerintah juga belum memberikan jaminan aman dan nyaman dalam menjalankan usaha di dalam negeri."Jika ada penguasa yang ingin sebuah perusahaan hancur, dia bisa seenaknya menggunakan perma itu. Pengusaha dibuat semakin lemah jika demikian," katanya. Sementara itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, penanganan korupsi kini tidak hanya fokus pada institusi negara, tetapi juga korporasi yang berkepentingan dengan kewenangan penyelenggara negara. Ke depan, korporasi yang tidak melaksanakan pencegahan dan terbukti memberikan gratifikasi atau hadiah kepada penyelenggara negara dapat dimasukkan ke dalam daftar hitam."Masa pemberlakuan daftar hitam pada korporasi yang menyuap penyelenggara negara sedang dirumuskan KPK bersama Mahkamah Agung," ucapnya.Perma No 13/2016 mengatur, korporasi dianggap sebagai subyek hukum pada hukum acara pidana sehingga dapat diadili. Pasal 4 Perma itu mengatur, korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang korporasi. (MDN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000