Peristiwa bom bunuh diri di Astanaanyar ibarat simbol jalan panjang deradikalisasi. Terhadap terpidana pun, penanaman deradikalisasi tetap perlu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Teror bom bunuh diri di kantor Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, terjadi pada Rabu (7/12/2022) pukul 08.20 WIB. Ketika itu, sejumlah polisi akan menggelar apel pagi. Mendadak, Agus Sujatno, pelaku bom bunuh diri, datang mengendarai sepeda motor mendekati sejumlah polisi.
Dua polisi berusaha mencegahnya, tetapi Agus mengacungkan senjata tajam. Tak lama kemudian bom meledak, menewaskan Agus, si pelaku; dan seorang polisi, Ajun Inspektur Satu Sofyan (Kompas, 8/12/2022).
Dari penyelidikan polisi, Agus bukan wajah baru di dunia terorisme. Mengingat, sebelumnya dia terlibat teror bom di Cicendo, Bandung, pada 2017, yang kala itu dilakukan Yayat Cahdiyat. Agus lantas dihukum 4 tahun penjara hingga ia bebas pada Oktober 2021. Adapun Yayat tewas saat kejadian.
Data teror bom yang dihimpun Litbang Kompas menyebutkan, terjadi 11 serangan bom ke kantor polisi, sejak April 2011. Insiden dengan korban terbanyak pada 14 Januari 2016, saat bom bunuh diri meledak di pos polisi perempatan Jalan MH Thamrin, Jakarta. Lima pelaku dan dua warga tewas.
Itu belum termasuk teror bom yang menyerang fasilitas publik dan ruang publik, seperti bom Bali 1, bom Bali 2, bom Hotel JW Marriot Jakarta, dan bom di Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Teror-teror semacam ini menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit.
Terorisme, itu bentuk pemaksaan kehendak oleh sekelompok orang, yang punya keyakinan tersendiri akan suatu hal. Terorisme tumbuh dari radikalisme yang hidup dalam pemikiran. Radikalisme, sebagai paham yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan, bagai ”terwadahi” oleh terorisme.
Polri telah menangkap puluhan tersangka terorisme dan telah dijalankan pula proses hukum terhadap mereka. Namun, benih-benih radikalisme dan terorisme harus diyakini masih tersebar. Bahkan, di benak mereka yang berstatus terpidana terorisme, seperti Agus Sujatno, terorisme bisa mewujud.
Inilah jalan panjang deradikalisasi. Penanaman nilai-nilai toleransi dan keberagaman, sebagai bagian dari dasar negara Pancasila, selayaknya dipastikan meluas dan untuk semua kelompok usia. Nilai-nilai ini harus tercantum dalam pendidikan sejak usia dini dan terus dipupuk hingga dewasa.
Fenomena banjir informasi yang masif tahun-tahun terakhir ini, memperparah tersebarnya informasi-informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Rendahnya literasi warga membuat banyak dari mereka langsung memercayai, tanpa terlebih dahulu mengecek kebenarannya.
Terorisme dan radikalisme juga perlu serius diberantas demi kemanusiaan, karena kerap menewaskan korban tak berdosa, warga biasa yang tengah menjalani hidup. Kita perlu bersama menjalani jalan panjang deradikalisasi demi kehidupan yang makin damai dan saling hormat.