logo Kompas.id
Politik & HukumTak Perlu Merevisi UU
Iklan

Tak Perlu Merevisi UU

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu direvisi. Apalagi, saat KPK sedang fokus membongkar kasus dugaan korupsi besar dalam proyek KTP elektronik. Revisi berpotensi mengganggu kerja KPK membongkar kasus tersebut. Wacana revisi UU KPK muncul kembali setelah Badan Keahlian Dewan (BKD) gencar menyosialisasikan revisi UU KPK ke sejumlah perguruan tinggi dalam sebulan terakhir. BKD yang bertindak atas perintah dari pimpinan DPR dan Badan Legislasi DPR menyebutkan, sosialisasi merupakan langkah awal sebelum revisi UU KPK dilakukan.Materi yang disosialisasikan sama seperti materi revisi tahun 2015 dan 2016, di antaranya pembentukan dewan pengawas KPK yang dipilih DPR, wewenang penyadapan melalui izin dewan pengawas, dan pemberian kewenangan KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)."Tidak perlu ada revisi, khususnya sekarang ketika KPK sedang membongkar kasus korupsi besar, proyek KTP elektronik. Biarkan KPK fokus membongkarnya hingga tuntas. Tidak perlu diganggu dengan revisi. Kita harus mengapresiasi dan mendukung upaya KPK," ujar Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Yandri Susanto, saat dihubungi pada Jumat (10/3). Apalagi, dengan materi UU yang akan direvisi sama seperti materi revisi yang diusulkan tahun 2015 dan 2016. Materi revisi tersebut, menurut Yandri, justru akan melemahkan KPK sehingga sulit bagi KPK membongkar kasus-kasus korupsi.Selain Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra juga akan konsisten menolak revisi tersebut. "Sikap kami akan tetap sama seperti sebelumnya. Kami akan tegas menolak upaya revisi itu," ujar Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR Fary Djemy Francis.Belum ada rencanaNamun, berbeda dengan PAN dan Gerindra, Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Agus Gumiwang Kartasasmita membuka ruang revisi dilakukan sepanjang materi revisi untuk membangun sistem yang lebih kuat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. "Yang terpenting apabila revisi dilakukan, bukanlah upaya untuk memperlemah KPK sehingga mempersulit kinerja KPK yang selama ini kami nilai sudah baik," katanya.Sekretaris Jenderal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yang juga anggota DPR, Arsul Sani, mengharapkan hal serupa. "Kalaupun ada revisi, arah dari revisi harus pada penguatan kelembagaan KPK, bukan untuk melemahkan KPK," lanjutnya. Namun, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Hanura Dossy Iskandar Prasetyo memastikan belum ada rencana Baleg membahas kembali revisi UU KPK. Lagi pula, untuk kembali merevisi UU KPK, harus didahului kesepakatan pemerintah dan DPR guna memasukkannya kembali ke prolegnas 2017. "Tidak ada urgensinya merevisi UU KPK saat ini. Jadi, tidak ada rencana Baleg membahas kembali revisi UU KPK. Tidak ada pula rencana pemerintah dan DPR mengubah prolegnas 2017," katanya. Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo menduga, munculnya rencana revisi itu lahir dari orang-orang di DPR yang disebut terlibat kasus korupsi KTP elektronik. Terlebih rencana itu muncul ketika KPK mulai intensif menyidik kasus korupsi itu. "Anggota DPR lainnya yang tak terlibat kasus itu jangan mau dimanfaatkan segelintir elite di DPR untuk memfasilitasi kepentingan mereka," katanya. (APA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000