logo Kompas.id
Politik & HukumKPK Konsisten Menolak
Iklan

KPK Konsisten Menolak

Oleh
· 2 menit baca

YOGYAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi konsisten menolak wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang belakangan kembali muncul. Revisi itu dinilai hanya akan melemahkan kerja KPK sehingga upaya pemberantasan korupsi di Indonesia akan terhambat. "Kami menolak revisi UU KPK karena draf revisi yang ada sangat melemahkan KPK," ungkap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif seusai seminar "Menelusuri Peran dan Kinerja DPR dalam Pemberantasan Korupsi", Senin (20/3), di Yogyakarta. Beberapa waktu belakangan, wacana revisi UU KPK kembali muncul setelah Badan Keahlian DPR menyosialisasikan rencana revisi tersebut ke sejumlah perguruan tinggi. Sosialisasi mulai awal Februari 2017 itu merupakan perintah dari pimpinan DPR. Sejumlah poin penting dalam draf revisi itu misalnya pembentukan dewan pengawas KPK yang dipilih DPR, wewenang penyadapan melalui izin dewan pengawas, dan pemberian kewenangan KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) (Kompas, 6/3). Laode mengatakan, upaya merevisi UU KPK sudah muncul sejak tahun 2010. Namun, upaya itu terhenti pada 2012 setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan revisi UU KPK belum diperlukan. Upaya merevisi UU KPK kembali muncul tahun 2015. Pada Sidang Paripurna DPR 23 Juni 2015, semua fraksi di DPR sepakat memasukkan revisi UU KPK ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2015. Namun, saat itu, pemerintah dan DPR kembali menunda pembahasannya. Pada 2017, revisi UU KPK tidak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas. Menguatnya kembali wacana revisi UU KPK dipertanyakan sejumlah pihak. Apalagi, munculnya kembali wacana itu bersamaan dengan penanganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) yang diduga melibatkan sejumlah politisi. Laode menuturkan, dalam pandangan KPK, UU No 30/2002 masih memadai untuk dijadikan landasan hukum bagi lembaga tersebut. Oleh karena itu, KPK menilai, revisi UU tersebut belum dibutuhkan. Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan, draf revisi UU KPK berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. Oleh karena itu, upaya revisi yang dinilai sarat kepentingan politik tersebut harus ditolak. "Fungsi legislasi DPR itu memang sering kali didasari kepentingan politik," ujarnya. Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Fadli Zon mengatakan, KPK tidak perlu khawatir karena DPR belum berencana memasukkan revisi UU KPK ke dalam Proglegnas Perubahan 2017. "Tidak perlu terlalu takut, DPR baru mengadakan sosialisasi ke kampus-kampus, belum terpikir untuk serius mengubah UU KPK," katanya. (HRS/AGE)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000