logo Kompas.id
Politik & HukumPenembakan Dua Warga di Aceh...
Iklan

Penembakan Dua Warga di Aceh Bermotif Politik

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Personel Kepolisian Daerah Aceh dan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, Minggu (19/3), menangkap dua penembak dua warga Desa Peunaron Baro, Kecamatan Peunaron, Aceh Timur. Penembakan tersebut bermotif konflik setelah Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2017.Penangkapan GS alias A (31) dan MJ (30), kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, di Jakarta, Senin (20/3), dilakukan di dua lokasi berbeda di Aceh. GS ditangkap di Kota Langsa dan MJ ditangkap di Kabupaten Aceh Tamiang.Kedua korban adalah Juman (51) dan Misno (42). Juman mengalami luka tembak di leher sebelah kanan, sedangkan Misno tertembak di perut.Boy menjelaskan, penembakan dua warga Desa Peunaron Baro itu dilakukan pada Minggu (5/3) disebabkan peran keduanya sebagai tim sukses salah satu pasangan calon kepala daerah Provinsi Aceh dan calon kepala daerah Kabupaten Aceh Timur periode 2017-2022. Sementara itu, GS, tambah Boy, juga menjadi anggota tim sukses dari calon gubernur lain."Penembakan itu diawali kekecewaan GS karena calon yang didukungnya kalah dalam Pilkada Aceh 2017. GS pun memerintahkan MJ dan A alias C untuk menembak Juman dan Misno," kata Boy.Kepolisian, lanjutnya, masih mengejar A alias C yang menembak dua korban. Bahkan, A juga yang memegang barang bukti senjata api jenis M-16 untuk menembak Juman dan Misno.Terkait asal kepemilikan senjata api itu, Boy mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan asal senjata itu, termasuk keterkaitan kepemilikan dari mantan anggota kelompok separatis di Aceh. "Kami masih menunggu ditangkapnya A. Sebab, ia diduga kuat yang menyiapkan senjata api untuk aksi itu," ujarnya.Polisi juga tetap melindungi Juman dan Misno yang masih menjalani penyembuhan di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin Banda Aceh.Dari Banda Aceh dilaporkan, anak Juman, Julianto (30), mengatakan sudah mengetahui penangkapan pelaku penembakan ayahnya. Dia berharap pelaku dikenai hukuman berat. "Jangan setelah ditangkap terus dilepas, tetapi harus dihukum," kata Julianto. Kondisi Juman dan Misno, kata Julian, saat ini mulai membaik. Korban kini menjalani rawat jalan. Namun, Juman belum bisa berbicara karena luka di leher belum sembuh. Korban masih dijaga polisi.Sengketa pilkadaDi Mahkamah Konstitusi, sidang pendahuluan sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) yang sudah memasuki tahapan mendengar jawaban termohon, Senin, dinilai belum banyak menyentuh pendalaman bukti. Majelis hakim lebih banyak menyoroti pemenuhan aspek formal dari permohonan sengketa.Persidangan dengan agenda mendengar jawaban termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum daerah dan pihak terkait, yakni pasangan calon peraih suara tertinggi, berlangsung 20-22 Maret. Jawaban yang diajukan kuasa hukum KPU daerah selaku termohon dan pihak terkait didominasi permintaan agar majelis hakim MK menolak menggunakan dalil syarat formal. Syarat formal ialah pemenuhan ambang batas selisih perolehan suara 0,5 persen hingga 2 persen sesuai Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.Pada pilkada serentak 2017 di 101 daerah, MK menerima 50 permohonan PHP dari 47 daerah. Ada dua permohonan perselisihan yang diajukan lebih dari satu pasangan calon.Dalam persidangan Senin, kuasa hukum termohon juga menyoroti pemenuhan batas waktu pengajuan permohonan maksimal tiga hari kerja sejak penetapan rekapitulasi perolehan suara. Selain itu, karena sebagian besar pokok permohonan yang diajukan terkait pelanggaran, kuasa hukum termohon menilai, MK tak berwenang menanganinya. Argumentasi ini, antara lain, terlihat dalam sidang tiga permohonan PHP pada Pilkada Sarmi (Papua) dan Mappi (Papua) "Termohon menilai, MK tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara ini karena merupakan kewenangan lembaga pengawas pemilu," kata Stefanus, kuasa hukum KPU Kabupaten Sarmi, dalam persidangan.Ketua MK Arief Hidayat, yang memimpin sidang panel pertama, beberapa kali menanyakan pemenuhan syarat formal. "Nanti panel dilaporkan ke rapat permusyawaratan hakim untuk tindak lanjutnya," kata Arief saat menutup sidang.Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Adelline Syahda, menilai, belum banyak terlihat upaya majelis hakim mendalami bukti-bukti yang diajukan dalam sidang sengketa tersebut. Mereka lebih banyak membahas pemenuhan syarat formal. (SAN/AIN/GAL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000