KPK Tetap Hadirkan Miryam S Haryani
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan kembali menghadirkan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani, sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik, Kamis besok. Sebelumnya sidang perkara ini pada Senin lalu ditunda majelis hakim karena ketidakhadiran Miryam dengan alasan sakit. Menurut rencana, Miryam akan diperiksa dan dikonfrontasi dengan penyidik KPK yang memeriksanya. Dalam kesaksian sebelumnya di persidangan, Miryam mencabut berita acara pemeriksaannya dengan alasan saat diperiksa penyidik dirinya berada dalam tekanan. Namun, KPK belakangan membantah alasan Miryam. KPK bahkan siap membeberkan rekaman video saat Miryam diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi KTP-el.Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, pada sidang Kamis besok, KPK akan kembali menghadirkan Miryam. "Semestinya begitu. Yah, kita tunggu, karena itu (saksi yang dihadirkan di persidangan) juga kewenangan pengadilan," katanya.Basaria membantah pernyataan Miryam yang mengaku mengalami tekanan saat diperiksa penyidik. Namun, KPK juga tak dapat menduga-duga penyebab Miryam mencabut BAP. "Apakah alasannya itu karena dia mengalami tekanan dari pihak luar ataupun dia berbohong saat memberikan kesaksian, saya tak bisa jawab. Pastinya hanya saksi (Miryam) yang mengetahui alasannya," katanya.Secara terpisah peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, mengatakan, KPK tak bergantung pada pengakuan Miryam untuk mengungkap siapa saja pelaku korupsi KTP-el."Di dalam dakwaannya, KPK sudah sangat detail dalam memaparkan kronologi kasus KTP-el. Keterangan itu pun bukan hanya berasal dari Miryam, tetapi juga saksi-saksi lainnya sehingga baik KPK maupun hakim bisa menggali lebih dalam dari saksi-saksi lain yang akan diajukan KPK selanjutnya," katanya.Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengingatkan, ada risiko serius bagi saksi yang berkata bohong di pengadilan. Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur sanksi bagi kesaksian palsu dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. "Hukum menghargai saksi yang bicara benar dan bahkan pelaku yang kooperatif dengan penegak hukum. Hal itu dapat menjadi hal yang meringankan. Namun, ada ancaman hukuman yang keras bagi pemberi keterangan palsu di pengadilan," ujar Febri. (MDN/REK)