logo Kompas.id
Politik & HukumKeberadaan Senjata Api...
Iklan

Keberadaan Senjata Api Diselidiki

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI melanjutkan penyidikan dugaan penyelundupan senjata api oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah dari Filipina bagian selatan. Senjata itu diduga beredar di sejumlah sel teroris dan digunakan untuk melakukan aksi teror di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan terhadap sejumlah tersangka teroris, salah satunya Suryadi Mas\'ud. Ia ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di Bekasi, Jawa Barat, 23 Maret. Kepada penyidik, Suryadi mengaku telah mengatur pembelian 17 senjata api jenis M16 dan satu senjata api M14 dari kelompok Abu Sayyaf pimpinan Isnilo Totoni Hapilon yang yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Transaksi dilakukan tujuh kali sejak 2015 atas perintah terpidana mati terorisme, Muhammad Rois.Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, Senin (17/4), di Jakarta, mengatakan, senjata itu dialokasikan kepada sejumlah sel teroris Jamaah Ansharut Daulah. Menurut Boy, senjata itu juga dipakai dalam aksi bom Thamrin pada Januari 2016 dan digunakan sebagai logistik awal untuk menyiapkan lokasi paramiliter di Halmahera, Maluku Utara."Dari jumlah yang masuk, belum semuanya terkuak. Masih ada sel-sel teroris lain yang menguasai senjata api itu sehingga penyidikan terus kami lakukan untuk menemukan aliran senjata dari Filipina," kata Boy.Ia mengungkapkan, ada dua jalur yang menjadi pintu masuk penyelundupan senjata api ilegal dari Filipina selatan. Jalur pertama berawal dari wilayah Mindanao, lalu menuju Pulau Tawi-Tawi, Filipina, dan berakhir di Nunukan, Kalimantan Utara. Jalur lainnya ialah dari Kota General Santos, Filipina, menuju Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Penyelundupan dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan tradisional yang ada di dua jalur tersebut. "Kami telah bekerja sama dengan otoritas kepolisian Filipina dan Malaysia untuk mengantisipasi dan mengamankan aktivitas kelompok teroris di wilayah itu," ujar Boy.Persiapan paramiliterSelain Halmahera, menurut Boy, kelompok yang berafiliasi dengan NIIS itu juga telah menyiapkan Gorontalo sebagai lokasi paramiliter setelah Pemimpin Mujahidin Indonesia Timur Santoso tewas. "Dua lokasi itu dipilih karena banyak simpatisan kelompok teroris dan yang terpenting berdekatan dengan Filipina bagian selatan yang menjadi wilayah pemasok kebutuhan logistik mereka," katanya.Menurut Direktur Institut untuk Analisis Kebijakan Konflik (IPAC) Sidney Jones, keterkaitan kelompok teroris Indonesia dengan Filipina telah terjalin sejak era Jamaah Islamiyah. Dalam laporan IPAC pada Oktober 2016 dicontohkan, salah seorang anggota Jamaah Islamiyah, Ahmad Saifullah Ibrahim alias Ibrahim Ali alias Sucipto, menjadi pemberi dana dan pemasok logistik bagi kelompok MIT di Poso. (SAN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000