JAKARTA, KOMPAS — Integrasi sistem etik digagas dalam Prakonferensi II Etika Berbangsa dan Bernegara di Gedung Komisi Yudisial, Kamis (4/5) di Jakarta. Integrasi itu diperlukan untuk menjadikan Indonesia tidak hanya merupakan negara hukum, melainkan juga negara yang beretika.
Penggagas integrasi sistem etik, Jimly Asshiddiqie, mengatakan, integrasi sistem ini dimaksudkan untuk membangun satu mekanisme etik sehingga ada lembaga atau dewan tertentu yang punya tanggung jawab atau kewenangan untuk menjalankan mekanisme etik di lingkungan penegak hukum atau penyelenggara negara.
"Setiap lembaga pasti punya kode etik sendiri-sendiri, dan itu harus tetap berlaku. Namun, yang ada di dalam bayangan saya perlu adanya lembaga khusus yang menjalankan mekanisme itu, misalnya dalam bentuk badan peradilan etik. Jadi, nanti bisa jadi ada dua tingkat peradilan etik. Jika tidak setuju di tingkat pertama, bisa naik ke tingkat banding. Namun, soal mekanisme itu akan dibicarakan lebih lanjut sebab ini, kan, masih berupa gagasan," kata Jimly.
Dalam acara prakonferensi itu hadir pembicara, yakni mantan hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan; mantan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas; dan anggota Majelis Penasihat Peradi, Aloysius Andang I Binawan. Selain itu, acara juga dihadiri Ketua MPR Zulkifli Hasan. (REK)