logo Kompas.id
Politik & HukumBanjir Reaksi Vonis Basuki
Iklan

Banjir Reaksi Vonis Basuki

Oleh
· 4 menit baca

Basuki Tjahaja Purnama divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (9/5). Pada hari yang sama, Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) yang biasa dipanggil Ahok itu ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur. Pengguna internet di dalam dan luar negeri "membanjiri" lini masa dengan aneka komentar. Media asing pun turut mengabarkan vonis itu. Adakah implikasi hal itu terhadap citra Indonesia di luar negeri? Pada tengah hari, tak lama setelah vonis tersebut dijatuhkan, dunia maya riuh dengan komentar soal vonis hakim tersebut.Kata kunci "Ahok" menjadi topik terhangat atau trending topic Twitter dunia sejak pukul 12.00 dan hingga sekitar pukul 18.00 masih bertahan di jajaran topik hangat. Twazzup.com mencatat kata "Ahok" sekitar pukul 18.00 dicuit rata-rata 10.124 kali dalam satu jam. Respons terhadap vonis setidaknya ada tiga kategori; ada yang gembira dan mendukung vonis itu, ada yang menolaknya, dan ada pula yang mencoba memoderasi kedua kutub itu. Pemilik akun Twitter @bungawari mencuit, "Luar biasa integritas hakim memutus Ahok bersalah. Kasus Ahok harus menjadi pembelajaran semua pihak." Pemilik akun @TheMrigankTyagi mencuit dalam bahasa Inggris, lebih kurang berbunyi, "Dunia menyatakan hari yang menyedihkan buat Indonesia. Ahok yang berjuang melawan korupsi untuk menjadikan Jakarta tempat yang lebih baik dituduh dengan kejahatan palsu." Sementara itu, pemilik akun @WiwiAswan mencuit "Ada teman yang dukung Ahok, ada teman yang benci Ahok. Pas kami bertiga ketemu, perbincangan berubah jadi merk lipstik kamu apa?" Sejak akhir 2016, dunia daring ataupun dunia luring (offline) di Indonesia riuh dengan polemik soal Basuki. Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran pertama Februari dan putaran kedua pada April, polemik itu memuncak. Pada putaran kedua Basuki kalah. Beberapa pengamat politik menduga, kekalahan Basuki tidak terlepas dari polemik penistaan agama yang dituduhkan. Pangkal dari polemik ini adalah pernyataannya dalam satu acara sebagai gubernur DKI Jakarta di Pulau Seribu pada September 2016. "Ini pemilihan, kan, dimajuin. Jadi, kalau saya tidak terpilih pun, saya berhentinya Oktober 2017. Jadi, kalau program ini kita jalankan dengan baik pun, Bapak-Ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi, cerita ini supaya Bapak-Ibu semangat, jadi enggak usah pikiran, ah, nanti kalau enggak kepilih pasti Ahok programnya bubar. Enggak, saya sampai Oktober 2017. Jadi, jangan percaya sama orang, kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya, ya, kan, dibohongi pakai surat Al-Maidah Ayat 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu, ya. Jadi, kalau Bapak-Ibu perasaan enggak bisa kepilih, nih, karena saya takut masuk neraka, karena dibodohin gitu, ya, enggak apa-apa karena ini, kan, panggilan pribadi Bapak-Ibu...," demikian perkataan Basuki saat itu yang dibacakan jaksa dalam dakwaannya (Kompas, 14/12/2016).Media asingMedia massa asing di berbagai belahan dunia juga ikut melaporkan vonis terhadap Basuki yang merupakan minoritas ganda, dari sisi agama dan etnis, di Indonesia itu dalam laman daring mereka. Aljazeera.com memuat tulisan berjudul "Gubernur Jakarta Ahok Dinyatakan Bersalah atas Penistaan Agama". Selain menuturkan isi putusan, latar belakang kasus, unjuk rasa, dan pengamanan, artikel itu juga memuat komentar wartawati Al Jazeera yang berada di Jakarta, Step Vaessen. Dalam artikel itu, Vaessen dikutip menuturkan, "Sudah tentu, banyak orang di Indonesia akan mempertanyakan putusan ini." Ia juga mengatakan, "Mereka juga akan membayangkan preseden macam apa putusan ini akan hasilkan untuk kasus-kasus lain, betapa mudahnya mendakwa lawan dengan penistaan agama, terutama jika mereka berasal dari kelompok minoritas di negara ini." Japantimes.co.jp memuat tulisan "Gubernur Beragama Kristen Dihukum Dua Tahun karena Penistaan Agama". Media Mesir, Al-Ahram, dalam laman daring berbahasa Inggris-nya juga menurunkan berita dengan judul yang sama dengan artikel di The Japan Times. Peneliti politik kelas menengah di Indonesia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wasisto Raharjo Jati, menuturkan, media asing tertarik memberitakan vonis Basuki karena menyoroti gelombang pemahaman agama yang keras yang mulai tumbuh kuat di Indonesia. Basuki, kata dia, dipandang sebagai anomali karena muncul sebagai aktor minoritas. Dia khawatir hal ini berpotensi memperburuk citra Indonesia di luar negeri. "Indonesia bisa dilabeli sebagai negara yang berubah dari demokrasi ke ekstrem kanan. Ini sedang tren di dunia. Ada gelombang kebangkitan politik identitas," kata Wasisto. Pengamat sosiologi politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sudjito, berharap semua pihak berpikir ke depan tanpa harus terjebak dalam kutub optimistis atau pesimistis. Proses hukum perkara Basuki, jika berlanjut, harus tanpa ada intervensi dari mana pun. "Biarkan logika hukum jalan sendiri dan mesti jauh dari intervensi politik," katanya. Dia juga berharap dunia internasional tidak perlu terlalu risau bahwa Indonesia akan meninggalkan cirinya sebagai negara dengan penduduk Islam moderat. Saat ini, kata dia, di Indonesia masih ada Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang merupakan dua organisasi Islam moderat terbesar di negeri ini. "Tidak perlu terlalu risau. Yang penting, harus terus dikawal dan didorong Islam moderat di Indonesia," kata Arie. (Antony Lee)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000