JAKARTA, KOMPAS — Proses hukum dan jalannya toleransi antarumat beragama di Indonesia kini menjadi perhatian dunia setelah dijatuhkannya vonis dan penahanan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok.
Besarnya sorotan media internasional terhadap kasus ini menunjukkan tingginya perhatian dunia. Berita berupa teks, foto, ataupun video Ahok menghiasi halaman sejumlah koran yang masuk dalam 100 harian terkemuka di dunia ataupun media daringnya.
The New York Times, misalnya, menuliskan bahwa kasus ini merupakan ujian toleransi beragama dan kebebasan berbicara di Indonesia. Harian yang berada pada peringkat teratas versi 4 International Media & Newspaper itu juga melihat kasus ini sebagai pertanda menguatnya kekuatan kelompok konservatif yang mendesak penerapan hukum Syariah di seluruh Indonesia.
Dikutip juga pandangan Douglas Ramage, Managing Director The New York Times untuk Indonesia Bower Group Asia, firma penasihat investasi, yang memprediksi bahwa perusahaan asing mungkin akan menunda investasi di Indonesia sampai Pemilihan Presiden 2019.
Menurut dia, kasus ini telah menimbulkan ketidakpastian politik.
The New York Times juga mengutip pandangan Gregory Fealy, profesor dari Australian National University yang mendalami politik Indonesia. Dia menilai bahwa proses pengambilan keputusan pengadilan tersebut merupakan dampak dari adanya tekanan publik.
Seperti diketahui, Selasa (9/5), Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Basuki. Majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menyatakan Basuki telah melakukan penodaan agama Islam melalui pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, yang menyitir Surat Al-Maidah Ayat 51. Basuki langsung mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.
Seusai pembacaan putusan itu, Basuki ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Malam harinya, atas dasar alasan keamanan, Basuki dipindahkan ke Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok.
Sementara itu, di belahan Benua Eropa, The Guardian di Inggris memublikasikan opini dari Andreas Harsono, peneliti senior Human Rights Watch, yang bertajuk ”Pengadilan Indonesia Membuka Pintu Ketakutan dan Ekstremisme Agama”.
Media terkemuka di Asia, The Asahi Shimbun (Jepang), juga menuliskan putusan pengadilan di Indonesia yang menghukum Gubernur Basuki yang beragama Kristen dan merupakan minoritas sebagai sebuah keputusan yang mengejutkan dan akan mengusik reputasi Indonesia yang selama ini dikenal mempraktikkan Islam moderat.
Sementara di Asia, The Times of India menuliskan, hukuman 2 tahun penjara karena dituntut menghujat Islam dipandang sebagai ujian toleransi beragama di Indonesia.
Berita soal vonis terhadap Basuki ini juga muncul di The Sydney Morning Herald (Australia) dan Sabah (Turki).
Selain di media arus utama, vonis terhadap Ahok juga ramai diperbincangkan di media sosial dunia. Kicauan tentang Ahok sempat menjadi 10 teratas trending topic dunia selama tujuh jam berturut-turut, kemarin.
Dalam mesin pencarian Google, tiga berita soal Ahok bahkan masuk lima kategori berita terpopuler di Indonesia.
Proses banding
Hingga siang ini, vonis atas Ahok ini masih menimbulkan pro-kontra. Ada kelompok yang menilai keputusan tersebut tidak adil. Sebaliknya, ada juga kelompok yang merasa puas dengan putusan pengadilan ini.
Presiden Joko Widodo, kemarin, mengharapkan semua pihak menghormati proses hukum, baik putusan yang telah dibacakan majelis hakim, termasuk juga menghormati langkah yang akan dilakukan Basuki dengan mengajukan banding.
Proses pengadilan di tingkat banding inilah yang nantinya akan menentukan proses hukum selanjutnya, sekaligus memastikan seperti apa dunia akan memandang wajah toleransi di Indonesia. Para hakim di tingkat banding akan memikul tanggung jawab yang besar tersebut.
Sosok hakim yang digambarkan sebagai Dewi Justitia, yang dengan mata tertutup memegang timbangan dan pedang bermata dua, diperlukan kehadirannya.
Adagium hukum mensyaratkan seorang hakim mempunyai dua hal, yaitu kebijakan dan hati nurani.
Judex herbere debet duos sales, salem sapientiae, ne sit insipidus, et salem conscientiae, ne sit diabolus.
Seorang hakim harus mempunyai dua hal: suatu kebijakan, kecuali dia adalah orang yang bodoh; dan hati nurani, kecuali dia mempunyai sifat yang kejam.