logo Kompas.id
Politik & HukumPTUN Tolak Gugatan Kubu GKR...
Iklan

PTUN Tolak Gugatan Kubu GKR Hemas

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak permohonan pembatalan pengambilan sumpah pimpinan Dewan Perwakilan Daerah oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi. Pada persidangan, Kamis (8/6), majelis hakim yang diketuai Ujang Abdullah memandang pelantikan itu hanya seremonial sehingga tidak dapat dijadikan sebagai obyek gugatan, seperti yang diajukan mantan Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan 10 anggota DPD lainnya.Putusan ini merupakan akhir dari gugatan dengan nomor perkara 4/P/FP/2017/PTUN.JKT yang diajukan pihak mantan Ketua DPD Hemas dan 10 anggota DPD lainnya melawan MA yang telah melantik Oesman Sapta sebagai Ketua DPD pada 7 April lalu. Pemohon juga melawan DPD selaku termohon ketiga.Para anggota DPD yang mengajukan gugatan ini diwakili kuasa hukum mereka, yakni Irmanputra Sidin. Adapun 10 anggota DPD yang turut mengajukan gugatan ini adalah Farouk Muhammad, Anang Prihantoro, Marhany Victor Poly Pua, Djasarmen Purba, Iqbal Parewangi, Ahmad Jajuli, Muhammad Afnan Hadikusumo, Cholid Mahmud, Hafidh Asrom, dan Denty Eka Widi Pratiwi.Dalam penyampaian pendapat majelis hakim yang disampaikan oleh hakim anggota, Nelvi Christin, dijelaskan bahwa tak ada kewajiban hukum bagi MA kepada pemohon. "Majelis hakim berpendapat bahwa pengambilan sumpah DPD oleh MA tak dapat dimasukkan dalam aktivitas pejabat dalam melaksanakan fungsi pemerintahan dalam lingkup lingkungan yudikatif," tuturnya.Menurut Nelvi, pertimbangan itu karena aktivitas di MA adalah terkait pengangkatan kepegawaian dan pemberhentian pegawai dan hakim, termasuk aktivitas organisasi. Karena itu, pengambilan sumpah DPD oleh MA tak masuk di dalamnya."Tindakan pengambilan sumpah oleh wakil ketua MA tak dapat dijadikan obyek sengketa di PTUN karena itu hanya tindakan seremonial ketatanegaraan," kata Nelvi.Karena permohonan perkara tidak terpenuhi, menurut peraturan MA, permohonan yang diajukan pemohon untuk membatalkan pelantikan Oesman sebagai pimpinan DPD oleh Wakil Ketua MA itu tidak dapat memenuhi syarat formal. "Maka, majelis hakim haruslah berpendapat permohonan pemohon tidak dapat diterima," papar Nelvi.Atas pendapat itu, Ujang selaku ketua majelis hakim menjatuhkan putusan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima. Kedua, membebani para pemohon untuk membayar perkara Rp 386.000."Demikian putusan majelis. Meskipun dalam Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2015, ini merupakan putusan final dan mengikat. Meski demikian, berdasarkan kaidah hukum, masih ada kesempatan bagi yang tak sependapat untuk mengajukan peninjauan kembali," tutur Ujang.Irmanputra menilai bahwa keputusan PTUN Jakarta ini dapat menjadi preseden buruk dalam kehidupan berpolitik di Indonesia. Peristiwa pelantikan Oesman sebagai pimpinan DPD yang dilakukan secara aklamasi dan berlangsung dalam kepemimpinan Hemas itu dapat terjadi pada lembaga politik lainnya."Ancaman berikutnya dari keputusan PTUN ini adalah kudeta, yang nantinya bisa menginspirasi kekuatan politik. Bahwa kudeta terhadap kekuasaan itu bisa dilakukan akibat kekuasaan hukum tidak berjalan," ujarnya. (MDN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000