logo Kompas.id
Politik & HukumPutusan MK Disesalkan
Iklan

Putusan MK Disesalkan

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi kembali menegaskan, pemerintah pusat tidak berwenang membatalkan peraturan daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Putusan ini disesalkan pemerintah karena bakal menyulitkan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Rabu (14/6), mengungkapkan, penghapusan kewenangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, menghilangkan ruang gerak untuk mengawasi dan mengendalikan peraturan daerah (perda) yang tidak sesuai dengan peraturan atau kebijakan pusat."Kalau tidak ada pengawasan, pasti perda-perda dikhawatirkan bertentangan dengan keputusan atau kebijakan pusat, karena program kebijakan strategis pusat prinsipnya harus bisa terlaksana di daerah dan program daerah harus selaras dengan program pusat," kata Tjahjo di Jakarta. Kewenangan pemerintah untuk membatalkan perda sepenuhnya hilang setelah Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin, memutuskan kewenangan pembatalan perda di tingkat provinsi merupakan wewenang Mahkamah Agung (MA). Putusan itu sebangun dengan putusan MK sebelumnya pada 5 April 2017 yang mencabut kewenangan pemerintah membatalkan perda yang dikeluarkan pemerintah kabupaten dan kota.Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat, MK membatalkan Pasal 251 Ayat (1), (4), (7), dan (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal-pasal yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membatalkan perda di tingkat provinsi itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangannya, MK mengacu pada putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015. Menurut MK, kewenangan pemerintah membatalkan perda provinsi bertentangan dengan ketentuan Pasal 8 UU No 12/2001 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pertimbangan hukum putusan No 137/PUU-XIII/2015 juga berlaku bagi uji materi pembatalan perda provinsi. MK menilai pembatalan perda kota/kabupaten tidak bisa dilakukan hanya melalui keputusan eksekutif, yakni gubernur. Logika yang sama berlaku untuk pembatalan perda provinsi. Perda ini tak dapat dibatalkan hanya dengan keputusan eksekutif pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Wewenang MAKedudukan keputusan gubernur ataupun keputusan menteri bukanlah bagian dari rezim peraturan perundang-undangan sehingga tidak dapat dijadikan produk hukum untuk membatalkan perda kabupaten/kota dan perda provinsi. Perda sebagai produk hukum yang berbentuk peraturan (regeling) tak dapat dibatalkan dengan keputusan gubernur atau menteri sebagai produk hukum yang berbentuk keputusan (beschikking). Selain itu, kewenangan gubernur atau menteri membatalkan perda dinilai MK seakan menegasikan fungsi MA. MA merupakan lembaga yang, menurut Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945, berwenang menguji peraturan di bawah undang-undang.Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riyatmadji menyatakan, pembatalan perda melalui MA diyakini tidak akan efektif. "Kalau pemerintah pusat melihat ada perda yang tidak selaras dengan kebijakan pemerintah pusat, apakah harus menunggu MA untuk membatalkannya?" kata Dodi. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, meski kewenangannya dibatalkan, pemerintah masih bisa mengawasi perda melalui harmonisasi regulasi. (REK/MHD)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000