logo Kompas.id
Politik & HukumDunia MayaJadi Inspirasi
Iklan

Dunia MayaJadi Inspirasi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA. KOMPAS Konten radikalisme di dunia maya menjadi sumber inspirasi bagi Mulyadi untuk melakukan aksi teror dengan menusuk dua anggota Brigade Mobil Kepolisian Negara RI, di Masjid Falatehan, Jakarta. Melalui internet pula, Mulyadi menyiapkan perlengkapan teror.Proses radikalisasi yang dialami Mulyadi melalui media sosial terungkap setelah tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri memeriksa empat saksi yang terkait dengan pelaku teror itu. Mereka ialah kakak kandung Mulyadi, lalu Hendriyanto (kakak ipar), Angga (teman sekolah), dan Zulkifli (teman berdagang). Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Senin (3/7), di Jakarta, menuturkan, Angga dan Zulkifli menjelaskan bahwa Mulyadi telah menunjukkan berbagai informasi dan video terkait kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sejak 2016. Bahkan, Mulyadi juga telah berencana pergi ke Filipina selatan untuk bergabung dengan jaringan NIIS."Konten bermuatan radikal di media sosial ia akses melalui media sosial di telepon genggamnya," ujar Setyo. Ia menambahkan, Mulyadi adalah pelaku teror tunggal yang terinspirasi konten radikal di dunia maya. Hal itu didasari hasil penyidikan Densus 88 Antiteror yang belum menemukan keterkaitan Mulyadi dengan sel NIIS di Indonesia. Kesimpulan ini diambil karena tidak ada komunikasi antara Mulyadi dan individu yang berkaitan dengan jaringan NIIS di Tanah Air.Kakak Mulyadi, lanjut Setyo, sempat mengetahui Mulyadi membeli senjata tajam melalui toko dalam jaringan (online). Namun, kakaknya tidak sempat bertanya tujuan Mulyadi membeli perlengkapan itu. Ternyata senjata tajam itu yang digunakan Mulyadi untuk menyerang dua anggota Brimob Polri, yaitu Ajun Komisaris Dede Suhatmi dan Brigadir Satu Syaiful Bahri, Jumat (30/6).Secara terpisah, pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menyatakan, kampanye masif di dunia maya yang dilakukan kelompok radikal tidak akan berhasil tanpa dukungan struktur jaringan terorisme yang berada di tengah masyarakat."Self-radicalisation di media internet sangat jarang terjadi. Oleh karena itu, saya menyayangkan dia (Mulyadi) ditembak mati. Padahal, kita membutuhkan keterangan dia untuk memahami betul proses radikalisasinya," tutur Huda.Sebelumnya, anggota Polri juga menembak mati pelaku teror tunggal yang menyerang anggota kepolisian di pos polisi Cikokol, Kota Tangerang, Banten, yakni Sultan Aziansyah, Oktober 2016.Huda menambahkan, dunia maya menjadi media yang digemari kelompok NIIS karena murah, cepat memberikan pengaruh, dan atraktif untuk membungkus argumentasi sederhana mengenai surga neraka dan kafir. Berdasarkan hal itu, ia berharap, pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan dapat menjaga individu-individu yang rentan memercayai paham radikal. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius menuturkan, sejumlah pelaku teror di Indonesia belakangan ini memang tidak terkait langsung dengan jaringan teroris. Mereka melakukan teror karena paparan dunia maya.NIISMenurut Suhardi, pemerintah sudah mengantongi ratusan nama warga negara Indonesia yang sempat ke Timur Tengah untuk bergabung dengan NIIS. Sekembalinya mereka ke Indonesia, menurut Suhardi, pemerintah sudah mencoba melakukan deradikalisasi dengan mengumpulkannya di Bambu Apus, Jakarta Timur. Selama satu bulan mereka mendapat program deradikalisasi. "Tapi, itu tidak bisa menjamin mereka tidak menjadi radikal kembali," kata Suhardi. Pemerintah, lanjut Suhardi, kesulitan untuk melakukan tindakan hukum atau investigasi terhadap individu yang terlibat langsung dengan kelompok teror di Timur Tengah dan di Indonesia. (SAN/MHD/JOG)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000