logo Kompas.id
Politik & HukumPaguyuban Koruptor Indonesia, ...
Iklan

Paguyuban Koruptor Indonesia, Sebuah Satire

Oleh
· 3 menit baca

"Manuver politik Dewan Perwakilan Rakyat kian hari kian menggembirakan. Keberpihakan Panitia Angket Komisi Pemberantasan Korupsi kian menunjukkan keberpihakannya kepada kami, narapidana korupsi. KPK pun harus digempur." Narasi satire sarat sindiran itu menjadi pengantar dalam drama teatrikal berjudul Lanjutkan Angket KPK!. Drama tanpa dialog itu dipentaskan oleh Koalisi Tolak Angket KPK.Pementasan drama digelar di halaman depan Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (9/7). Drama itu semata untuk menyindir para wakil rakyat di Senayan yang mendukung angket terhadap KPK. "Ketua Panitia Angket DPR Agun Gunanjar, yang disebut turut menerima aliran dana korupsi pengadaan KTP elektronik, lebih memilih memenuhi agenda politik mendatangi napi korupsi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Padahal, pada saat bersamaan, dia juga dipanggil KPK untuk dimintai keterangan," kata Kurnia Ramadana, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam orasinya.Dalam drama itu ditampilkan unsur pimpinan DPR berinisial FH dan mantan anggota DPR berinisial YL mengunjungi para napi korupsi di LP Sukamiskin. Keduanya datang bersama Paguyuban Koruptor Indonesia (PKI) yang beranggotakan seluruh Panitia Angket DPR. Kehadiran mereka disambut hangat para napi korupsi. Kalung bunga pun dilingkarkan oleh salah satu napi di leher FH. Gambaran sosok FH dalam drama itu sangat lekat dengan salah satu unsur pimpinan DPR, Fahri Hamzah. Fahri diketahui sebagai pemimpin DPR yang mengetok palu pembentukan panitia angket meski ketika itu diwarnai protes sejumlah fraksi.Kamis lalu, panitia angket memang mendatangi LP Sukamiskin guna menghimpun data dugaan pelanggaran dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.Langkah panitia angket itu menuai kritik. Sejumlah kalangan menilai, alih-alih mendukung kerja KPK di tengah korupsi yang masih merajalela, para wakil rakyat itu malah sibuk mencari-cari kelemahan lembaga antirasuah tersebut. "Para napi korupsi itulah yang akan mendukung kerja panitia angket, dengan target agar KPK dapat dibubarkan," kata Kurnia. Tibiko Zabar, peneliti ICW, mengungkapkan, seluruh proses pengajuan angket terhadap KPK itu tak bisa diterima dalam logika hukum. Selain cacat hukum sejak awal, langkah panitia angket mengunjungi napi korupsi juga tak masuk akal. "Vonis terhadap para napi itu sudah berkekuatan hukum tetap. Kedatangan panitia angket ini malah tampak seolah ingin mengintervensi hukum," ujarnya.Tibiko juga mengkritik panitia angket yang ingin menghadirkan dua ahli hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie dan Yusril Ihza Mahendra. Menurut dia, langkah itu sekadar untuk mencari dukungan. Jika ingin bersikap adil, panitia angket dapat memanggil 390 pakar hukum tata negara yang tersebar di perguruan tinggi di Indonesia.Angket terhadap KPK ini benar-benar akan menjadi ujian di negeri ini. Tak hanya mengancam upaya pemberantasan korupsi, angket terhadap KPK juga mengancam masa depan bangsa ini yang akan terus dirongrong korupsi.. (MDN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000