logo Kompas.id
Politik & HukumPanitia Dapat "Senjata" Baru
Iklan

Panitia Dapat "Senjata" Baru

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Panitia Angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi menerima masukan baru untuk menyerang KPK. Kali ini, panitia angket menyasar penyidik dan jaksa di KPK yang dilaporkan telah melanggar kode etik yang berlaku di institusi asal, kepolisian dan kejaksaan. Ketua Panitia Angket DPR terhadap KPK dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, di Jakarta, Jumat (14/7), mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima panitia, penyidik dan jaksa yang ditugaskan di KPK bekerja tidak berlandaskan pada kode etik. KPK tidak memiliki kode etik untuk penyidik dan jaksanya. Yang ada hanya sebatas kode etik untuk komisioner KPK.Sementara mereka ketika ditugaskan di KPK tak lagi tunduk pada kode etik di kepolisian ataupun kejaksaan. Akibatnya, kode etik yang berlaku di institusi asal kerap kali dilanggar, khususnya ketentuan yang mengharuskan penyidik untuk tidak memihak, tidak memublikasikan nama terang tersangka dan saksi, serta tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan kecemasan terhadap terperiksa. Adapun untuk jaksa KPK, ketentuan kode etik yang kerap dilanggar terkait larangan jaksa merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara. Selain itu, larangan menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk menekan secara fisik ataupun psikis dan larangan membentuk opini publik yang dapat merugikan penegakan hukum. "Tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tanpa dilandasi kode etik merupakan problem besar. Masukan ini akan menjadi bagian dari materi penyelidikan panitia," ujar Agun. Untuk itu, panitia berencana memanggil pemberi informasi. Namun, dia enggan menyebutkan siapa orangnya. Dia hanya mengatakan mendengar banyak cerita seputar pelanggaran kode etik itu dari para koruptor yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin. Pekan lalu, panitia berkunjung ke LP dan menemui tahanan koruptor di sana. Anggota Panitia Angket DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, cerita soal pelanggaran kode etik itu bisa diperoleh dari para penyidik dan jaksa yang pernah bertugas di KPK. Panitia bisa menghadirkan mereka untuk menceritakan pelanggaran yang terjadi, tetapi kasus korupsi yang ditangani saat pelanggaran terjadi tak perlu dipaparkan. Kemarin, panitia angket menerima dua kelompok masyarakat yang berbeda sikap terhadap angket KPK, baik yang mendukung maupun menolak angket KPK. Dukungan diberikan oleh Aliansi Pemuda Cinta Indonesia, Koalisi Masyarakat Pendukung Pansus KPK, dan Presidium Jaringan Islam Nusantara. Sementara pihak yang menolak diwakili oleh Madrasah Anti Korupsi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Serahkan petisiPanitia angket juga menerima secara simbolis penolakan hak angket terhadap KPK dari 45.111 suara yang disalurkan melalui petisi daring Change.org. Petisi disampaikan oleh Direktur Madrasah Anti Korupsi PP Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi. Petisi pun dimunculkan oleh Virgo sejak DPR menyetujui penggunaan hak angket terhadap KPK, akhir April 2017. "Suara ini memang tidak banyak, apalagi jika dibandingkan suara anggota DPR saat pemilu. Namun, kami berharap suara ini mengubah langkah DPR agar kembali ke jalan yang benar, sejalan dengan nalar publik yang menolak angket KPK," kata Virgo. Angket terhadap KPK yang digulirkan DPR dinilai telah melawan nalar publik karena dimunculkan saat KPK sedang berupaya memberantas korupsi. Angket pun disinyalir sebagai upaya DPR menghambat pemberantasan korupsi. Di Banten, sejumlah kalangan menyatakan dukungannya terhadap KPK dan menyerukan penolakan angket. Dukungan itu dilakukan dengan pergi dari Banten mengendarai sepeda motor untuk mengadakan aksi di depan kantor KPK di Jakarta. Aksi itu dilakukan oleh kelompok Motor Literasi Banten dan Perahu Pustaka."Kami melakukan perjalanan moral untuk memberikan semangat dan dukungan serta menguatkan KPK," kata pendiri Motor Literasi Banten, Firman Venakyasa.Ia menilai langkah DPR tersebut aneh karena tidak merepresentasikan kehendak rakyat. "Kami akan pasang badan dan menjadi partikel yang menyuarakan penguatan KPK," ujar Firman.Pendiri Perahu Pustaka, Radmiadi, mengatakan, bersama seorang anggota komunitasnya, dirinya termotivasi pergi ke Jakarta untuk mendukung KPK. Perahu Pustaka adalah komunitas yang berkeliling desa dan kelurahan di Banten untuk meminjamkan buku secara gratis. Buku itu dibawa dengan perahu. "Mereka (DPR) terbiasa bersilat lidah dan meyakinkan publik meski sering mencederai hati nurani," katanya. (APA/BAY)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000