logo Kompas.id
Politik & HukumMenyalakan Kembali Pijar...
Iklan

Menyalakan Kembali Pijar Kejaksaan

Oleh
· 4 menit baca

Penegakan hukum di negeri ini tidak akan paripurna tanpa keberadaan kejaksaan. Namun, dalam usianya yang Sabtu (22/7) ini genap 57 tahun, kiprah lembaga dengan sebutan Korps Adhyaksa ini cenderung meredup. Penanganan kasus hingga upaya reformasi birokrasi di lembaga itu belakangan kurang terdengar gaungnya.Jajak pendapat Litbang Kompas yang dipublikasikan pada 26 Desember 2016 menunjukkan, satu dari dua responden menilai lembaga penegak hukum tersebut belum menunjukkan kinerja cemerlang selama 2016.Berdasarkan catatan Pusat Informasi Kompas, sepanjang tahun 2016, kata "kejaksaan" ditemukan dalam 1.089 berita atau tulisan di harian Kompas. Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2015, ada 1.513 berita atau tulisan di harian Kompas yang memuat kata "kejaksaan".Memasuki tahun 2017, kata "kejaksaan" cenderung makin sedikit muncul dalam berita atau tulisan di Kompas. Sepanjang 2017, hingga 21 Juli 2017, tercatat hanya 330 berita atau tulisan yang memuat kata "kejaksaan". Jika diamati lebih detail, jumlah pemberitaan itu sedikit banyak terkait dengan kiprah kejaksaan. Pada tahun 2015, sejumlah berita muncul terkait gebrakan kejaksaan, misalnya dengan membentuk Satuan Tugas Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi. Tim ini pernah mengusut dugaan rekening tidak wajar sejumlah kepala daerah.Pada periode itu, kejaksaan juga banyak menarik perhatian karena mengusut sejumlah kasus, seperti penyalahgunaan dana bantuan sosial Sumatera Utara. Pada akhir 2015, kejaksaan juga mulai menyelidiki dugaan permufakatan jahat yang, antara lain, diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Namun, penyelidikan kasus itu lalu dihentikan karena dinilai tidak cukup bukti.Kasus lain yang juga menyita perhatian misalnya dugaan penyalahgunaan dana hibah yang melibatkan Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti. Namun, dalam persidangan, La Nyalla dibebaskan, karena tuduhan dinyatakan tidak terbukti. Narkoba Di bidang pidana umum, kejaksaan juga pernah menggemparkan publik dengan melakukan eksekusi terpidana mati perkara narkoba. Pada Januari 2015, eksekusi dilakukan terhadap enam terpidana. Menyusul kemudian tahap kedua, eksekusi terhadap delapan terpidana pada April 2015, lalu pada pertengahan 2016.Drama dan kontroversi muncul dalam tiga eksekusi tersebut. Menjelang eksekusi pada Januari 2015, sejumlah nama terpidana mati mendadak berubah karena persoalan upaya hukum. Menjelang eksekusi pada April 2015, eksekusi terhadap dua narapidana, yaitu Serge Areski Atlaoui yang merupakan warga negara Perancis dan Mary Jane Fiesta Veloso, warga negara Filipina, ditangguhkan.Pada 2016, eksekusi hukuman mati kian mendapat sorotan. Beberapa pekan sebelum eksekusi, nama 14 terpidana yang akan dieksekusi sudah beredar. Namun, pada menit terakhir, hanya empat orang yang diputuskan untuk dieksekusi. Kejaksaan juga kembali menjadi sorotan atas komitmennya menuntaskan tumpukan penanganan perkara pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lalu. Setidaknya ada enam perkara yang coba diselesaikan bersama tim gabungan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kepolisian Negara RI, Badan Intelijen Negara, serta TNI yang dinaungi oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Namun, hingga saat ini belum ada kelanjutannya.Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang juga Penanggung Jawab Pusat Kajian Kejaksaan, Farida Patittingi, menyampaikan, kinerja kejaksaan tidak lepas dari posisi lembaga ini. "Pilihan untuk melakukan reformasi hukum menjadi keniscayaan dalam memberikan kedudukan kejaksaan yang lebih kuat dan mandiri dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum tanpa ada kekhawatiran intervensi dari kekuasaan pemerintah," ujarnya.Untuk menegakkan hukum, kejaksaan harus bebas dari pengaruh mana pun, termasuk penguasa. Namun, pimpinan kejaksaan bertanggung jawab terhadap Presiden serta dipilih dan diberhentikan oleh Presiden. Independen Kendati demikian, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, kejaksaan tidak mencampuradukkan penegakan hukum dengan kondisi politis. Penanganan perkara oleh jajarannya dilakukan dengan menjaga independensi. Karena itu, para oknum kejaksaan yang diketahui menyalahgunakan wewenang akan mendapat sanksi.Prasetyo juga menyatakan, kinerja jajarannya tidak menurun. Ia menyebutkan, lebih dari 9.000 jaksa saat ini terus bekerja memberantas korupsi dan menangani berbagai kasus pidana umum. Ia pun berjanji lebih terbuka terhadap capaian kinerja lembaganya agar masyarakat dapat memberikan penilaian secara obyektif.Sebagai institusi yang memiliki jaringan hingga ke daerah, kejaksaan tetap menjadi tumpuan penegakan hukum. Pada tahun ketiga pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, kebernasan kejaksaan dalam mengusut kasus dan keterbukaan terhadap kinerjanya masih dinanti. (RIANA A IBRAHIM)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000