JAKARTA, KOMPAS — Dana desa yang akan kembali digelontorkan pada 2018 sedianya menitikberatkan pada upaya keluar dari kemiskinan dan ketertinggalan secara geografis. Alokasi dana yang nantinya diberikan pun akan berdasarkan pada peningkatan sejumlah formula sehingga yang didapat oleh tiap desa tidak hanya merata, tetapi juga adil.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo dalam diskusi berjudul ”Dana Desa: Pro Rakyat atau Pro Elite” di Jakarta, Kamis (3/8). Pertimbangan ini muncul mengingat sasaran dari dana desa untuk membantu memajukan desa tertinggal dan sangat tertinggal belum tercapai. Yang terjadi justru penyaluran dana desa rawan dikorupsi dan menjadi alat politik bagi penguasa di daerah untuk meraih dukungan.
Desa tertinggal dan sangat tertinggal jumlahnya masih besar sekali.
Dalam acara ini, hadir pula Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Kepala Desa Ponggok, Polanharjo, Klaten Junaedhi Mulyono.
”Kenyataan menunjukkan sudah dikucurkan dana desa, tetapi desa tertinggal dan sangat tertinggal jumlahnya masih besar sekali. Di Papua, yang masuk kategori tertinggal dan sangat tertinggal mencapai 96 persen. Secara nasional itu sangat tinggi. Di Jawa, masih ada 31 persen. Di Sumatera, sekitar 75 persen,” kata Boediarso.
Taufik pun sepakat dengan reformulasi yang akan diberlakukan pada 2018 nanti. Sebab, selama ini besaran dana dengan menggunakan formula yang ada tersebut hanya menguntungkan bagi daerah tertentu, khususnya yang berada di wilayah Jawa. ”Padahal, tujuan dari dana desa ini membuat desa sebagai halaman depan Indonesia. Dengan formula yang adil, potensi penyalahgunaan juga diharapkan minim,” kata Taufik.
Besaran dana desa dan alokasi dana desa yang disalurkan dengan memakai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini terus bertambah. Pada tahun itu, dana desa mencapai Rp 60 triliun. Sementara alokasi dana desa yang berasal dari pemerintah kota/kabupaten besarnya 10 persen dari dana perimbangan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) daerah itu.
Ini penting mengingat uang yang sangat besar.
Namun, dana desa dan alokasi dana desa yang mulai dikucurkan tahun 2015 ditengarai menjadi sumber korupsi baru di daerah. KPK, Rabu (2/8) kemarin, menangkap tangan dan kemudian menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudy Indra, dan Kepala Desa Dasok, Pamekasan, Agus Mulyadi, sebagai tersangka suap kepada penegak hukum atas penyelewengan dana desa sebesar Rp 100 juta.
Laode M Syarif mengingatkan, pengelolaan dana desa harus dilakukan secara bertanggung jawab agar tidak terjadi tindak pidana korupsi. ”Ini penting mengingat uang yang sangat besar,” katanya.