JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch mengidentifikasi tujuh bentuk korupsi dana desa yang umumnya dilakukan pemerintah desa. Dari tujuh bentuk korupsi itu, lima titik dinilai rawan terjadi penyelewengan pengelolaan dana desa.
Lima titik tersebut adalah saat proses perencanaan, pertanggungjawaban, pemantauan dan evaluasi, proses pelaksanaan, dan proses pengadaan barang dan jasa dalam hal penyaluran dan pengelolaan dana desa.
Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan, sejak tahun 2015 hingga 10 Agustus 2017 sudah terdapat 110 kasus korupsi yang berkaitan dengan penyelewengan dana desa. Sebanyak 110 kasus itu melibatkan sebanyak 139 pelaku. Menurut data ICW, 107 dari 139 pelaku penyelewangan desa adalah kepala desa. Pelaku lainnya sebanyak 30 orang adalah perangkat desa. Dua sisanya merupakan istri kepala desa.
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, terbatasnya kompetensi yang dimiliki perangkat desa menyebabkan jamaknya terjadi praksis penyalahgunaan dana desa.
Almas Sjafrina dari Divisi Korupsi Politik ICW mengemukakan, rendahnya kapasitas dan kapabilitas perangkat desa disebabkan mayoritas perangkat desa berpendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Selain itu, kurang dilibatkannya warga desa dalam proses perencanaan dan pengawasan dana desa juga menjadi penyebab banyaknya kasus korupsi dana desa.
Menurut data ICW, 107 dari 139 pelaku penyelewangan desa adalah kepala desa. Pelaku lainnya sebanyak 30 orang adalah perangkat desa. Dua sisanya merupakan istri kepala desa.
”Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat desa dan Badan Permusyawaratan Desa amat diperlukan untuk mencegah korupsi dana desa,” ujar Almas, dalam sesi jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta, Jumat (11/8).
Almas mendorong perangkat desa untuk tidak resisten dan mau membuka ruang kepada warga desa. Menurut Almas, pelibatan masyarakat menjadi faktor paling dasar karena masyarakat desalah yang paling mengetahui kebutuhan desa dan secara langsung menyaksikan pembangunan di desa. (DD10)