logo Kompas.id
Politik & HukumDi Balik Nota Kosong dan Cap...
Iklan

Di Balik Nota Kosong dan Cap Lunas.

Oleh
· 3 menit baca

Selembar nota kosong dengan dibubuhi cap lunas tampak sederhana dan tak berarti. Namun, dalam konteks transaksi dan pertanggungjawaban keuangan, relasi nota kosong dan cap lunas itu bisa berarti relasi korupsi yang biasa ditemui sehari-hari.Gambar nota kosong dan cap lunas karya komikus Icaldis itu menjadi sampul halaman depan buku Kumpulan Komik dan Ilustrasi Anti Korupsi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Penerbitan buku itu didukung 35 kartunis dan ilustrator yang tergabung dalam Komikin Ajah, Lemari Buku-Buku, Persatuan Kartunis Indonesia, dan Beritagar.id.Gambar-gambar komik dan ilustrasi yang dimuat dalam buku itu digelar dalam pameran Aksi Komik Untuk KPK atau AKU KPK yang diadakan KPK di Jakarta, Minggu (20/8). Pameran itu juga diisi dengan cerita seluk-beluk korupsi dan dampaknya terhadap masyarakat yang disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.Pilihan KPK untuk berkampanye antikorupsi lewat komik memang tepat. Selain menarik, pesan yang disampaikan pun lebih mudah ditangkap. Komik karya Jn Pur, salah satunya, memuat gambar mobil KPK mengangkut kotak besar bertuliskan "kasus E-KTP" harus menghadapi ranjau paku di tengah jalan. Ranjau paku itu digambarkan ditebar oleh tangan berlengan jas bertuliskan "Pansus". Masalah besarCerita Laode tentang seluk-beluk korupsi di acara itu juga menarik perhatian pengunjung yang memadati ruangan berkapasitas sekitar 100 orang.Kepada pengunjung, Laode mengungkapkan, di balik operasi tangkap tangan (OTT) yang dinilai recehan oleh sebagian kalangan, sesungguhnya ada masalah besar. Ia menceritakan OTT korupsi dana desa di Pamekasan, Jawa Timur, yang melibatkan kepala desa, kepala kejaksaan setempat, hingga bupati. Kasus itu bermula dari pekerjaan pemasangan paving block di desa yang hasilnya dinilai tak sesuai dengan anggaran yang digunakan. Pekerjaan pemasangan paving block senilai Rp 100 juta itu lalu diupayakan agar tak tersentuh penegak hukum. Bupati setempat lantas menyarankan kepala desa memberi imbalan kepada kepala kejaksaan setempat agar pekerjaan pemasangan paving block itu tak disentuh penyidik kejaksaan. Sialnya, kepala kejaksaan malah meminta imbalan Rp 250 juta agar kasus itu tak disentuh hukum.Seperti halnya nota kosong dengan cap lunas, OTT dana desa pun tampak sederhana dan recehan karena hanya Rp 250 juta. Namun, di balik itu sesungguhnya terjadi pemerasan oleh penegak hukum terhadap masyarakat. "Jadi bisa dibayangkan, proyek hanya Rp 100 juta, tetapi jaksa meminta imbalan Rp 250 juta," kata Laode.Pameran komik dan cerita Laode itu memberikan pengalaman tersendiri bagi sebagian pengunjung. Ambar (22), tenaga laboratorium di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, mengaku, ia awalnya acuh tak acuh terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Apalagi sejumlah berita yang ditampilkan lebih banyak menonjolkan penangkapan dibandingkan dampak dari korupsi itu sendiri.Sebelum ikut mendengarkan cerita pemberantasan korupsi yang dibagikan Laode, Ambar mengaku, penangkapan pelaku korupsi itu tak memiliki hubungan langsung dengan dirinya. "Biasanya saya anggap korupsi itu urusan pejabat yang terlibat. Toh, saya tetap kerja. Namun, setelah memperoleh cerita dari pimpinan KPK, saya baru tersadar bahwa korupsi itu sangat merugikan masyarakat," ujarnya. (DD01/MDN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000