logo Kompas.id
Politik & HukumPansus Lepas Tangan Atur...
Iklan

Pansus Lepas Tangan Atur Detail Pelibatan TNI

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Fraksi-fraksi partai politik yang tergabung dalam Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme lepas tangan mengatur detail pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam menanggulangi terorisme. Rincian pelibatan militer diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Rancangan Undang-Undang Antiterorisme nantinya hanya akan menyebut peran TNI yang dapat dilibatkan dalam menanggulangi aksi terorisme. Aturan lebih detail soal pembagian peran TNI dan kepolisian akan dituangkan dalam peraturan presiden atau peraturan pelaksanaan UU No 34/2004 tentang TNI. "Jika diatur detail dalam RUU Antiterorisme malah akan menimbulkan perdebatan berkepanjangan. Tidak hanya di antara fraksi-fraksi di DPR, tetapi juga antarsektoral di pemerintahan," kata anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, di Jakarta, Minggu (16/9). Pembahasan RUU Antiterorisme oleh DPR dan pemerintah sudah memakan waktu lama, yakni 17 bulan. Masa kerjanya pun sudah berulang kali diperpanjang melalui Rapat Paripurna DPR. Salah satu isu krusial yang membuat pembahasan RUU tersebut lambat adalah mengenai keterlibatan TNI secara lebih aktif di luar konteks perbantuan terhadap Polri.Dengan diatur dalam aturan turunan, kata Arsul, akan mempermudah jika sewaktu-waktu diperlukan perubahan substansi daripada jika pelibatan TNI diatur detail di undang-undang. Pemerintah pun lebih fleksibel menerapkan aturan operasional terkait pembagian tugas antara TNI dan Polri tersebut. "Fraksi-fraksi berpandangan seperti itu. Yang penting tetap dalam koridor pemberantasan terorisme berbasis penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana terpadu," kata Arsul. Dalam audiensi Pansus dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada Jumat, Wiranto menyatakan, pengaturan keterlibatan TNI dalam UU tidak perlu detail karena dinilai akan membatasi tindakan yang akan diambil, sementara kemungkinan di lapangan sangat beragam (Kompas, 16/9).Kendati demikian, anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi PDI-P, Risa Mariska, mengatakan, pengaturan pembagian tugas antara TNI dan Polri di dalam undang-undang lebih melihat pada tingkat eskalasi tindakan terorisme. "Kalau eskalasinya tinggi, tentu TNI akan dilibatkan," katanya. Menurut Risa, penilaian eskalasi situasi yang mendorong pelibatan TNI itu tidak boleh rancu. TNI baru bisa turun tangan ketika eskalasi situasi sudah berada di atas kemampuan Polri. "Dan tentu saja harus dengan permintaan Polri (konteks perbantuan atau bantuan kendali operasi) dan atas keputusan politik Presiden," lanjutnya. Pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, mengingatkan perlunya pengaturan secara rinci terkait pelibatan TNI agar tidak menimbulkan tumpang tindih pembagian tugas antara TNI dan Polri. Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, pihaknya mendukung keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Polri menilai, upaya pemberantasan terorisme harus dilakukan secara komprehensif oleh semua lembaga yang terkait. (AGE/SAN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000