logo Kompas.id
Politik & HukumAgenda Pemberantasan Korupsi...
Iklan

Agenda Pemberantasan Korupsi Dievaluasi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR berencana menggelar rapat gabungan dengan kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/10). Rapat digelar untuk mengevaluasi agenda pemberantasan korupsi selama 15 tahun terakhir atau sejak KPK berdiri. Evaluasi perlu dilakukan karena Komisi III melihat pemberantasan korupsi dalam 15 tahun terakhir belum signifikan menekan perilaku koruptif. Sebaliknya, korupsi kian masif. "Komisi III ingin mendengar apa yang menjadi masalah lalu mencari solusinya," ujar Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo saat dihubungi, Minggu.Dari sudut pandang Komisi III, salah satu masalah yang terlihat adalah adanya ego sektoral antar-institusi penegak hukum. "Masing-masing merasa paling hebat dan paling benar," tambahnya. Hal tersebut diharapkan tak lagi terjadi dalam agenda pemberantasan korupsi ke depan. Komisi III akan mencari solusi, misalnya dengan pembagian tugas yang jelas di antara ketiga institusi. Sebagai contoh, KPK fokus menindak kasus korupsi besar, sedangkan kepolisian dan kejaksaan menangani kasus korupsi skala kecil, tetapi tetap dalam supervisi KPK. Supervisi, lanjut Bambang, adalah bagian dari tanggung jawab KPK. "KPK jangan asyik sendiri, lantas lupa tujuan dibentuknya untuk memperbaiki kepolisian dan kejaksaan," ujarnya. Komisi III juga ingin agenda pemberantasan korupsi tidak menghambat pembangunan nasional. "Yang kita saksikan justru kontraproduktif. Banyak dana mengendap di bank daerah karena pengusaha, pemimpin proyek, kepala daerah, dan kementerian tidak berani mengeksekusi berbagai program. Mereka takut dipenjarakan," ujar Bambang.Densus TipikorRapat gabungan juga akan membahas permintaan Polri agar Kejaksaan Agung membentuk tim khusus jaksa untuk membantu Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Dengan demikian, jaksa bisa terlibat sejak tahap penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi sehingga memudahkan saat perkara memasuki tahap penuntutan. "Permintaan Polri itu bukan berarti penuntutan nantinya satu atap di Densus Tipikor seperti yang berlaku selama ini di KPK. Seharusnya bisa dipenuhi oleh kejaksaan. Tidak perlu juga undang-undang baru untuk hal itu," kata Bambang.Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menolak menempatkan jaksa di Densus Tipikor. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan, densus itu lebih baik berada di kejaksaan. Kejaksaan dinilai lebih tepat karena dalam perkara korupsi, kejaksaan memiliki dua peran, yaitu sebagai penyidik dan penuntut.Dengan demikian, tambah Oce, memberi porsi anggaran kepada kepolisian dengan kewenangan minim justru memboroskan keuangan negara dan tak akan efektif. Sebelumnya, Polri mengajukan anggaran Rp 2,692 triliun untuk Densus Tipikor. Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto berharap publik tidak mempersoalkan anggaran untuk Densus Tipikor. Seluruh penggunaan anggaran akan dipertanggungjawabkan. (APA/IAN/SAN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000