Pekan Depan Densus Tipikor Dibahas dalam Rapat Terbatas
Oleh
NINA SUSILO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menilai perdebatan terkait pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi oleh Kepolisian RI terlalu prematur. Pembahasan mengenai Densus Tipikor ini pun baru akan dilakukan pekan depan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menilai keinginan Polri untuk membentuk Densus Tipikor dilatari niat dan semangat baik. Ini semangat mengambil bagian dari penanggulangan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, korupsi sudah masuk ke sejumlah institusi negara.
”Karena baru pemikiran dan usulan, tentu melalui proses yang panjang. Nanti akan ada rakor (rapat koordinasi) di Menko Polhukam. Karena sebelum ratas (rapat terbatas) kabinet yang dipimpin oleh Presiden sudah ada instruksi agar disaring dulu di menko,” kata Wiranto, Kamis (19/10) di Jakarta.
Keinginan Polri untuk membentuk Densus Tipikor dilatari niat dan semangat baik. Ini semangat mengambil bagian dari penanggulangan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, korupsi sudah masuk ke sejumlah institusi negara.
Wiranto pun menyebut masalah ini masih terlalu prematur sehingga tidak perlu dibuat gaduh. Pemerintah bersama Polri dan DPR akan membahas secara saksama. Masalah kewenangan, tanggung jawab, dukungan pendanaan, dan keterkaitan dengan institusi lain juga akan dibahas secara rinci.
Wiranto pun berkilah, pembahasan Densus Tipikor tak bisa satu dua hari. Waktu rakor pun, menurut Wiranto, menunggu semua pihak bisa hadir. Namun, Presiden Joko Widodo kemarin di Jakarta menegaskan, pekan depan, usulan pembentukan Densus Tipikor akan dibahas dalam ratas.
Secara terpisah pengajar hukum tata negara Universitas Trisakti, Radian Syam, menilai pembentukan Densus Tipikor tak diperlukan. Sebab, penambahan lembaga baru bukan hanya menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan menghamburkan anggaran, tetapi juga membuka peluang gesekan antarlembaga, seperti dalam kasus cicak buaya yang pernah terjadi sebelumnya. Radian menambahkan, ketika terjadi gesekan, dia meyakini penyelesaian tetap akan dicapai, tetapi energi akan terbuang percuma.
Semestinya, pemerintah mempertahankan yang ada dan membenahi profesionalitas aparat penegak hukum. Kepolisian RI, misalnya, lebih baik memperkuat sistem dan membenahi profesionalitas internal. Selain itu, Polri tetap berwenang menangani kasus-kasus korupsi melalui Direktorat Tindak Pidana Khusus seperti sebelumnya. Pembenahan internal di Kejaksaan dan institusi kehakiman juga diperlukan.
Masalahnya, lanjut Radian, perlu ada niat politik yang baik dari pemerintah pusat ataupun setiap lembaga.