logo Kompas.id
Politik & HukumMasih Terjadi Tumpang Tindih...
Iklan

Masih Terjadi Tumpang Tindih Kebijakan

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Tumpang tindih kebijakan kelautan atas sektor maritim menjadi penghambat utama penjabaran kebijakan Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Pemerintah Indonesia. Tanpa kebijakan yang jelas, Indonesia tidak mampu memanfaatkan posisi strategis dalam kemaritiman dunia hingga saat ini. "Kemaritiman kita dicampur aduk dengan urusan kelautan. Maritim itu jelas urusan pengangkutan lewat laut dan aktivitas manusia serta barang dari satu titik ke titik lain. Dasar kebijakan kemaritiman Indonesia seharusnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Yang terjadi sektor maritim justru diatur dengan kebijakan kelautan. Ini dua hal yang berbeda," kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis Laksamana Muda (Pur) Soleman Ponto dalam diskusi "Indonesia Menuju Poros Maritim" di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (28/11).Kemaritiman, lanjutnya, bicara soal keselamatan pelayaran yang wajib dipenuhi pemerintah dengan penyediaan navigasi laut dan penjaga pantai. Keberadaan penjaga pantai ini sudah diamanatkan dalam Pasal 276 UU No 17/2008. Namun, Badan Keamanan Laut yang dibentuk pemerintah justru mengacu pada UU No 32/2014 tentang Kelautan. Tanpa landasan hukum yang tepat, sektor maritim Indonesia tak akan berkembang. Tanpa kebijakan yang jelas, tambah Ponto, Indonesia dalam Organisasi Maritim Internasional (IMO) dianggap berisiko bagi pelayaran niaga. Dalam kondisi tersebut, gagasan Poros Maritim Dunia tidak akan berkembang.Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Imam Syafi\'i, dalam kesempatan sama mengatakan, kebijakan Poros Maritim Dunia yang digagas pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga harus diajarkan di dunia pendidikan. Hal ini penting agar generasi muda memahami kemaritiman. Dalam sejumlah penelitian di daerah pesisir dan kepulauan, anak-anak sekolah dasar tampak tidak memiliki gagasan tersebut. "Sebagian besar anak nelayan enggan meneruskan tradisi orangtuanya melaut. Padahal, laut Indonesia kaya," kata Syafi\'i.Peneliti LIPI lainnya, Lidya Christin Sinaga, mengingatkan pentingnya menjabarkan kebijakan poros maritim secara jelas. "Pada awal kerja sama dengan China digagas adanya sinergi One Belt One Road yang digagas China dan Poros Maritim Dunia yang digagas Indonesia. Pada pertemuan terakhir Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo, China justru lebih menyoroti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Soal Poros Maritim Dunia tidak disinggung. Pemerintah seharusnya lebih serius menggarap gagasan Poros Maritim Dunia," kata Sinaga. (ONG)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000