Ruang Kerja Gubernur Jambi Digeledah
JAMBI, KOMPAS — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah ruang kerja Gubernur Jambi Zumi Zola, Jumat (1/12), terkait dugaan suap pengesahan APBD Provinsi Jambi tahun 2018. Selain kantor gubernur, KPK juga menggeledah Gedung DPRD Provinsi Jambi.
Terkait dugaan suap pengesahan APBD tersebut, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Provinsi Jambi Supriyono, Asisten Daerah Bidang III Pemerintah Provinsi Jambi Saifuddin, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arfan, serta Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Erwan Malik.
Sepanjang Jumat kemarin, KPK melakukan penggeledahan yang dimulai di Gedung DPRD Jambi. Selang satu jam kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, penyidik KPK bergerak menuju kantor Gubernur Jambi yang berjarak 50 meter dari Gedung DPRD. Penyidik langsung memasuki ruang kerja Zumi Zola, Erwan Malik, dan Saifuddin yang terletak di lantai dua. Hingga pukul 21.35 WIB, penggeledahan di Gedung DPRD masih berlangsung.
Dalam jumpa pers yang digelar KPK pada Kamis lalu, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, pihaknya menelusuri dugaan keterlibatan Gubernur Jambi. "Apakah ada perintah khusus atau tidak (dari Gubernur Jambi), kami belum bisa pastikan sekarang karena masih pengembangan," kata Basaria (Kompas, 30/11).
Membantah
Bersamaan dengan penggeledahan yang dilakukan KPK, Zumi Zola di rumah dinasnya di kawasan Tanggo Rajo, Jambi, menggelar jumpa pers. Zumi Zola menegaskan, dirinya tidak mengetahui adanya kesepakatan "uang ketok" dalam pengesahan APBD Provinsi Jambi tahun 2018.
"Saya tidak terlibat," kata Zumi Zola.
Ia juga mengaku tidak tahu apabila selama ini ada persoalan penundaan pengesahan APBD mengingat jumlah anggota DPRD tak kunjung memenuhi kuorum setiap kali rapat paripurna digelar. Ia bahkan mengaku tak pernah dilapori, baik oleh Sekda maupun Asisten Setda, perihal kendala selama proses pengesahan APBD.
"Saya tidak tahu dan tidak pernah saya campuri karena saya tahu itu bukan kewenangan saya," lanjut Zumi Zola.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Jambi dan Jakarta pada Selasa (28/11) atau sehari setelah APBD Provinsi Jambi disahkan. Tim KPK mengamankan setidaknya 16 orang, termasuk istri Saifuddin yang juga anggota DPRD Provinsi Jambi, Nurhayati. Belakangan, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut.
KPK menyita uang senilai Rp 4,7 miliar dalam operasi tangkap tangan itu. Uang tersebut dikumpulkan dari pihak swasta yang pernah menjadi rekanan Pemerintah Provinsi Jambi.
Awalnya, uang itu ada di tangan Arfan, kemudian diberikan kepada Saifuddin senilai Rp 3 miliar untuk dibagi-bagikan. Saifuddin telah memberikan Rp 1,7 miliar kepada sejumlah anggota DPRD, termasuk Supriyono. Sisanya Rp 1,3 miliar masih berada di rumahnya saat disita KPK. Sementara KPK juga menyita Rp 3 miliar dari rumah Arfan.
Pengamat hukum dari Universitas Jambi, Helmy, menilai, selama ini memang ada ketidakharmonisan hubungan antara gubernur dan legislatif. Ia menduga hal tersebut memicu para anggota DPRD Provinsi Jambi malas menghadiri rapat paripurna. "Sudah ada uang sidang, itu resmi. Semestinya tak perlu lagi anggota dewan meminta uang ketok palu," tambahnya. (ITA)