Revisi Prolegnas Bisa Dilakukan Setiap Saat
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mempercepat pembentukan undang-undang, pemerintah dan DPR menyepakati Program Legislasi Nasional bisa direvisi setiap saat. Dengan kesepakatan tersebut, revisi UU tak lagi menunggu enam bulan seperti yang berlaku selama ini.
"Jadi, dengan Prolegnas bisa direvisi setiap saat, pembentuk UU bisa memasukkan rancangan UU baru ke Prolegnas setelah RUU yang ada di Prolegnas tuntas dibahas. Tak perlu menunggu enam bulan lagi," ujar Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas, di Jakarta, Selasa (5/12).
Saat pemaparan Prolegnas 2018 hasil pembahasan pemerintah, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah dalam Rapat Paripurna DPR, tercatat 50 RUU disepakati masuk dalam Prolegnas 2018. Dari RUU yang masuk itu, 47 di antaranya sudah masuk dalam Prolegnas 2017. Namun, ternyata belum tuntas dibahas hingga November. "Hanya tiga RUU baru, yaitu Penyadapan, Pengawasan Obat dan Makanan, serta Sistem Pendidikan Kedokteran," kata Supratman.
Hanya tiga RUU baru, yaitu Penyadapan, Pengawasan Obat dan Makanan, serta Sistem Pendidikan Kedokteran.
Selanjutnya, dari 50 RUU itu, 22 RUU sudah berada dalam tahap pembahasan tingkat I DPR. Ini artinya RUU tersebut tinggal selangkah lagi sebelum masuk pembahasan tingkat II atau pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR.
Oleh karena itu, ujar Supratman, besar kemungkinan di antara RUU tersebut ada yang bisa diselesaikan pembahasannya pada Desember 2017 atau awal 2018. Dengan Prolegnas yang bisa direvisi setiap saat, besar peluangnya RUU baru bisa masuk dan dapat dibahas tuntas secara bersama oleh pembentuk UU.
Sejauh ini, di luar RUU yang sudah masuk Prolegnas, setidaknya ada 60 RUU yang masih menunggu giliran untuk masuk dalam Prolegnas. Salah satu yang diprioritaskan adalah revisi UU tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengingatkan, revisi UU Ormas juga harus diprioritaskan masuk Prolegnas 2018 setelah ada RUU yang tuntas dibahas. Pasalnya, tambah Arsul, revisi UU Ormas sebelumnya tidak masuk dalam Prolegnas 2018 karena saat pembahasan Prolegnas 2018 proses pengundangan UU Ormas masih belum tuntas.
"Dengan UU yang sudah diberi Nomor 6 Tahun 2017, maka proses pengundangannya tuntas. Untuk itu, revisi UU Ormas harus diprioritaskan masuk Prolegnas 2018. Ini kesepakatan saat pembahasan Prolegnas 2018 yang jadi kehendak dari mayoritas fraksi," katanya.
RUU Antiterorisme
Terkait dengan RUU Antiterorisme, Rapat Paripurna DPR juga sepakat untuk kembali memperpanjang masa kerja Panitia Khusus RUU Antiterorisme. Padahal, sebelumnya DPR dan pemerintah menargetkan RUU tersebut dapat diselesaikan sebelum akhir 2017.
Arsul Sani, yang juga anggota Pansus RUU Antiterorisme, mengatakan, perpanjangan masa kerja pansus harus diambil karena pemerintah masih membutuhkan waktu untuk menyamakan sikap di antara kementerian/ lembaga terkait RUU itu.
Isu kelembagaan tersebut setidaknya menyangkut reposisi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, peran TNI dalam konteks penanggulangan terorisme, dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga yang menanggulangi terorisme. "Sikap di antara jajaran pemerintah memang harus satu jika membahas RUU ini," ujar Arsul. (APA)