Bali Democracy Forum Digelar, Isu Jerusalem Jadi Bahasan
Oleh
Andy Riza Hidayat
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Indonesia kembali menggelar Bali Democracy Forum, sebuah forum internasional yang membicarakan isu-isu demokrasi. Pada penyelenggaraan yang ke-10 kali ini, acara digelar di Indonesia Convention Exhibition, Serpong, Tangerang, Banten. Pertemuan bertema ”Does Democracy Deliver” ini berlangsung 7-8 Desember 2017.
Pertemuan dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir di lokasi Kamis, pukul 09.02. Kalla hadir didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Staf Khusus Presiden untuk Urusan Timur Tengah Alwi Shihab, dan mantan Menteri Luar Negeri Indonesia sekaligus penggagas BDF Hassan Wirajuda.
Pembukaan acara ditandai dengan tarian tradisional yang dimodifkasi dengan tarian modern, begitu pun musik pengiringnya. Hadirin tampak mengamati dan menikmati gerakan tarian di panggung.
Retno Marsudi tampil mengawali pidato. Retno naik ke panggung dengan setelan baju warna biru. Dia mengenakan syal bermotif kafiyeh seperti yang sering dikenakan pemimpin Palestina sebelumnya Yaser Arafat. Tidak menunggu lama, Retno langsung mengecam langkah Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Pengakuan ini bertentangan dengan semangat untuk membangun perdamaian di Timur Tengah. Adapun syal bermotif kafiyeh yang ia kenakan adalah bentuk protes atas AS sekaligus dukungan kepada kemerdekaan Palestina. Isu Palestina menjadi pembicaraan serius di forum ini, yang terlihat dari materi pidato sejumlah perwakilan delegasi.
Kalla dalam pidatonya menyampaikan Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam membangun demokrasi. Lewat pengalaman itu, menurut Kalla, demokrasi tidak bisa diterapkan dengan meniru gaya demokrasi negara lain. Namun, demokrasi seharusnya diterapkan dengan menyesuaikan nilai-nilai budaya lokal.
Dengan cara itu akan terbangun harmonisasi dalam bernegara. Lain halnya jika demokrasi negara lain dipaksakan diterapkan di sebuah negara. Hal yang akan terjadi adalah kekerasan dan ketidakharmonisan. ”Lihat yang terjadi di Irak dan Suriah. Karena ada pemaksaan model demokrasi AS di sana, akhirnya muncul kekerasan,” kata Kalla.
Sebelum membuka BDF, Kalla menghadiri pertemuan bilateral dengan Presiden Nauru Baron Divavesi Waqa. Pertemuan ini membicarakan tentang peningkatan kerja sama antarkedua negara.