JAKARTA, KOMPAS — Perbaikan sistem pendidikan di Indonesia diharapkan terjadi untuk mencegah korupsi yang kian masif. Sejarah mencatat, korupsi di negeri ini sudah terjadi sejak zaman Pangeran Diponegoro hingga era Reformasi. Masalah korupsi tidak pernah tuntas karena selama hampir 200 tahun, solusi yang dilakukan untuk memberantas korupsi tidak berubah.
Gagasan ini muncul dalam diskusi buku berjudul Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia: dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi yang ditulis sejarawan Inggris, Peter Carey, dan Suhardiyoto Haryadi, di Jakarta, Jumat (8/12). Hadir dalam acara tersebut Carey; Suhardiyoto; mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra Hamzah; dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo.
Suhardiyoto berpendapat, perilaku korup terus bertransformasi dan dilakukan oleh orang-orang yang terdidik, dari birokrat hingga legislator. Akan tetapi, pola pemberantasannya stagnan dan cenderung mengadopsi aturan lama dengan sedikit penambahan aturan. "Bukan berhasil mengatasi korupsi, melainkan yang terjadi korupsi lebih besar lagi," kata Suhardiyoto.
Bukan berhasil mengatasi korupsi, melainkan yang terjadi korupsi lebih besar lagi.
Carey pun menegaskan, korupsi bukan hanya soal mencuri uang, melainkan juga tentang bertindak keluar dari etika dengan berdalih atau mengelabui aturan. Mencuri waktu dan kesempatan juga merupakan bentuk korupsi. Memperdalam pemahaman semacam ini dapat menjadi solusi yang patut dipertimbangkan dan harus melalui sarana pendidikan yang solid serta tidak terikat birokrasi.
"Akademis itu tidak bisa dikaitkan dengan birokrasi, akan mengakibatkan tidak kritis. Dampaknya lebih lanjut adalah korupsi. (Masalah) ini harus diselesaikan atau Indonesia tidak lagi dianggap," ujar Carey. (IAN)