Komitmen Diharapkan
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan pucuk pimpinan TNI diharapkan tidak mengubah komitmen antara TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengusutan kasus korupsi, antara lain kasus pengadaan Helikopter Agusta-Westland 101 pada 2016.
”Kami percaya komitmen Panglima TNI yang baru juga kuat untuk membongkar dugaan kasus korupsi ini. Apalagi, sejak awal, kasus ini jadi perhatian Presiden Joko Widodo. Koordinasi dan kerja sama dengan Polisi Militer (POM) TNI akan terus dilakukan untuk menuntaskan kasus, termasuk berkaitan dengan saksi yang dipanggil,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/12).
Kami percaya komitmen Panglima TNI yang baru juga kuat untuk membongkar dugaan kasus korupsi ini.
Terkait pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna, kemarin, tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi.
Kuasa hukum Agus, Pahrozi, mengatakan, kliennya masih menjalankan ibadah umrah hingga Rabu (20/12) depan. ”Jika beliau sudah berada di Jakarta tentunya akan memenuhi panggilan KPK,” kata Pahrozi.
Pada 27 November lalu, Agus juga tidak hadir sebagai saksi untuk Letnan Kolonel WW terkait dengan dugaan insubordinasi penyalahgunaan wewenang dan turut membantu tindak pidana korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
Menurut Febri, alasan ketidakhadiran Agus menjadi pertanyaan. ”Alasannya, dari data perlintasan yang kami dapatkan, per 8 Desember lalu, yang bersangkutan sudah berada di Indonesia. Kami akan kroscek lagi soal ini dan koordinasi dengan POM TNI,” kata Febri.
Sebelumnya, KPK juga akan memeriksa enam saksi dari TNI pada Selasa (12/12). Namun, para saksi itu tak ada yang datang. Alasannya, belum mendapat tugas untuk memberikan keterangan. Bagi jajaran TNI, kesediaan memenuhi panggilan memang harus lewat surat tugas atasan. ”KPK berharap ini jadi keseriusan KPK dan TNI,” ujar Febri.
Kasus ini bermula dari hasil penyelidikan POM TNI terkait adanya dugaan penyimpangan yang dilakukan para pejabat di lingkungan TNI AU dalam proses pengadaan Heli AW-101. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar. Ada lima tersangka dari militer dan satu tersangka dari pihak sipil yang kini diproses hukum. Kelima tersangka dari kalangan militer itu adalah Kepala Unit Layanan Pengadaan TNI AU Kolonel Kal FTS, Letnan Kolonel WW selaku pejabat pemegang kas, Marsma FA sebagai pejabat pembuat komitmen, Pelda S yang diduga menyalurkan aliran dana, dan Marsda SB sebagai Asrena KSAU. Dalam kasus ini, KPK memproses hukum tersangka dari kalangan sipil.
Jadi ujian
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyatakan, kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101 ini menjadi ujian bagi komitmen Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Kerja sama dengan KPK, termasuk menjamin para saksi dari TNI untuk diperiksa, penting untuk kelancaran perkara.
”Korupsi di TNI, terutama terkait pengadaan alat utama sistem persenjataan, yang dirugikan tak hanya negara karena kehilangan uang. Namun, bisa memengaruhi kualitas pertahanan. Misalnya, barang yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi atau tidak terjamin kualitasnya,” katanya.
(IAN)