Pemerintah dan DPR akan merampungkan pembahasan Rancangan KUHP pada Februari 2018. Saat ini, masih ada pasal yang diperdebatkan.
JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah mempercepat pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana agar segera rampung pada akhir masa persidangan III DPR tahun sidang 2017-2018, Februari ini. Dari total 785 pasal yang ada, sejumlah pasal yang mengatur ranah privat masih cukup alot diperdebatkan di internal Panitia Kerja RKUHP.
Beberapa pasal krusial tersebut, misalnya, mencakup pasal perzinaan di luar nikah, perbuatan cabul antarsesama jenis, dan pasal kumpul kebo.
Berdasarkan jadwal kerja yang disusun Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Rancangan KUHP akan diputuskan oleh DPR dan pemerintah pada 5 Februari 2018. Jika rencana ini terlaksana, berarti Indonesia akhirnya punya KUHP baru yang lepas dari peninggalan Belanda.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/1), mengatakan, pekan ini panja akan menyelesaikan harmonisasi dan perumusan akhir RKUHP. ”Tinggal tersisa beberapa pasal krusial yang masih dibahas, yang disepakati untuk diputuskan di level lebih tinggi. Namun, mayoritas sudah selesai,” kata Arsul.
Pembahasan RKUHP dipercepat untuk mengejar tahun politik. Pasalnya, saat ini tahapan Pilkada 2018 sudah dimulai. Tahapan Pemilu 2019 pun akan dimulai tahun ini. Dikhawatirkan, RUU ini akan kembali terbengkalai jika anggota DPR terlalu fokus pada agenda politik partai masing-masing.
Kekhawatiran itu muncul, menurut anggota Panja RKUHP dari Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Syafii, antara lain karena Ketua Panja RKUHP Benny K Harman akan ikut kontestasi Pilkada 2018 sebagai calon gubernur Nusa Tenggara Timur dari Partai Demokrat. Ini membuat Benny akan segera mundur dari keanggotaan di DPR.
”Makanya diupayakan segera selesai bulan ini, paling lambat bulan depan sebelum masa sidang ketiga berakhir. Sebab, Pak Benny selaku ketua yang paling rajin mengikuti rapat pembahasan RKUHP,” kata Syafii.
Ranah privat
Sejauh ini, sejumlah pasal krusial yang masuk dalam ranah privat atau pribadi masih intens diperdebatkan di panja. Pasal-pasal itu diatur lebih rinci sebagai delik aduan dalam RKUHP untuk menghindari munculnya persekusi di tengah masyarakat. Sebagai contoh, perzinaan dapat dipidana jika ada pihak berkepentingan yang merasa dirugikan.
Anggota Panja RKUHP dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, mengatakan, pasal perzinaan merupakan delik aduan. Artinya, tindakan itu baru dapat dipidana jika ada pihak luar yang mengadu. Namun, sampai saat ini, fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah masih memperdebatkan mengenai siapa pihak yang berwenang mengadu.
”Yang berkembang saat ini, perzinaan hanya dapat diadukan oleh adik, orangtua, atau yang masih memiliki hubungan keluarga. Masyarakat umum tidak bisa semuanya mengadukan, kalaupun di luar keluarga, mungkin ketua RT,” katanya.
Pengaturan seperti itu dilakukan agar tidak semua masyarakat dapat bertindak main hakim sendiri dan menghukum pasangan luar nikah yang dianggap berbuat zina. ”Selama ini muncul persekusi, masyarakat main hakim, karena ada kekosongan hukum terkait zina. Di sini kita atur dengan tegas supaya di kemudian hari tidak terjadi seperti itu,” ujar Taufiqulhadi. (Age/ian)