JAKARTA, KOMPAS — Sistem kamar yang diterapkan di Mahkamah Agung sejak 2012 dengan mengikuti sistem serupa di Belanda memberikan sumbangan signifikan bagi konsistensi putusan dan pengurangan beban perkara. Optimalisasi sistem itu perlu terus didorong dengan melakukan kerja sama dan pertukaran pengalaman kedua negara.
Indonesia dan Belanda sama- sama menganut civil law. Kemiripan sistem hukum itu menjadi dasar kerja sama dalam membangun sistem peradilan yang memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Sistem kamar yang kini diterapkan MA, misalnya, merupakan hasil pertukaran pengalaman dengan Hoge Raad atau MA Belanda.
Dengan sistem kamar ini hakim agung dikelompokkan ke dalam lima kamar, yaitu perdata, pidana, agama, tata usaha negara, dan militer. Hakim agung masing-masing kamar hanya mengadili perkara yang masuk dalam lingkup kewenangannya.
Ketua MA Hatta Ali, Kamis (18/1), di Jakarta, dalam rangkaian konferensi ”Indonesia-Netherlands Rule of Law and Security Update 2018”, mengatakan, sejarah panjang kerja sama MA dan Hoge Raad Belanda memberikan warna bagi mekanisme kerja peradilan di Tanah Air.
”Salah satu pandangan komparatif yang berharga dari kerja sama ini adalah dorongan untuk mengimplementasikan sistem kamar di MA. Sistem kamar memungkinkan MA menyederhanakan format putusan yang tujuan utamanya ialah meningkatkan konsistensi putusan,” ujarnya.
Jumat ini, MA RI dan Hoge Raad Belanda akan menandatangani nota kesepahaman kerja sama yudisial lima tahun ke depan. Kerja sama itu menitikberatkan dua poin, yakni peningkatan konsistensi putusan dan pengurangan beban perkara.
Presiden Hoge Raad Maarten Feteris mengapresiasi upaya MA mengembangkan sistem kamar. Namun, ia mengakui sejumlah hal perlu ditingkatkan, seperti soal konsistensi putusan. Selama ini, banyak catatan soal konsistensi putusan yang memengaruhi rasa keadilan dalam masyarakat.
”Ada dua isu utama dalam kerja sama ini, yakni tingginya beban perkara dan lemahnya konsistensi putusan. Dua hal ini berkaitan. Sebab, jika konsistensi putusan pengadilan lemah, akan lebih banyak perkara yang dibawa ke MA,” kata Feteris.
Menurut dia, konsistensi putusan memberi dampak secara langsung pada kesejahteraan rakyat dan rasa keadilan. Jika konsistensi putusan dijaga, hal itu mendorong investasi dan mendukung perekonomian. (REK)